Home
» Info & Berita Islam
» Hukum memakai kalung, gelang dan Azimat
Hukum memakai kalung, gelang dan Azimat
Pertanya'an :
*Whatsapp : ukhty dari Karangrejo-Donomulyo-Malang
+62857-****-****
Sekarang viral gelang sawan. Bagaimana islam menyikapinya?
Silahkan bergabung di grup WA Cendekiawan Santri | link disebelah kanan pojok
Jawaban :
Assalamu'alaikum wr. wb.
Para Cendekia sekalian, semoga selalu dirohmati Allah SWT. Silahkan simak keterangan berikut :
Mengamalkan doa-doa, hizib
dan memakai azimat pada dasanya tidak lepas dari ikhtiar atau usaha seorang
hamba, yang dilakukan dalam bentuk doa kepada Allah SWT. Jadi sebenanya,
membaca hizib, dan memakai azimat, tidak lebih sebagai salah satu bentuk doa
kepada Allah SWT. Dan Allah SWT sangat menganjurkan seorang hamba untuk berdoa
kepada-Nya. Allah SWT berfirman:
اُدْعُوْنِيْ أَسْتَجِبْ لَكُمْ
'Berdoalah kamu, niscya Aku akan mengabulkannya untukmu. (QS al-Mu'min:
60)
Ada beberapa dalil dari hadits Nabi yang menjelaskan kebolehan ini. Di
antaranya adalah:
عَنْ عَوْفِ بْنِ مَالِكٍ الأشْجَعِي، قَالَ:" كُنَّا
نَرْقِيْ فِيْ الجَاهِلِيَّةِ، فَقُلْنَا: يَا رَسُوْلَ اللهِ كَيْفَ تَرَى فِي
ذَلِكَ؟ فَقَالَ: اعْرِضُوْا عَلَيّ رُقَاكُمْ، لَا بَأْسَ بِالرُّقَى مَا لَمْ
يَكُنْ فِيْهِ شِرْكٌ
Dari Auf bin Malik al-Asja’i, ia meriwayatkan bahwa pada zaman Jahiliyah, kita
selalu membuat azimat (dan semacamnya). Lalu kami bertanya kepada Rasulullah,
bagaimana pendapatmu (ya Rasul) tentang hal itu. Rasul menjawab, ''Coba
tunjukkan azimatmu itu padaku. Membuat azimat tidak apa-apa selama di dalamnya
tidak terkandung kesyirikan." (HR Muslim [4079]).
Dalam At-Thibb an-Nabawi, al-Hafizh al-Dzahabi menyitir sebuah
hadits:
Dari Abdullah bin Umar, bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda, ''Apabila salah
satu di antara kamu bangun tidur, maka bacalah (bacaan yang artinya) Aku
berlindung dengan kalimat-kalimat Allah SWT yang sempurna dari kemurkaan dan
siksaan-Nya, dari perbuatan jelek yang dilakukan hamba-Nya, dari godaan syetan
serta dari kedatangannya padaku. Maka syetan itu tidak akan dapat membahayakan
orang tersebut." Abdullah bin Umar mengajarkan bacaan tersebut kepada anakanaknya
yang baligh. Sedangkan yang belum baligh, ia menulisnya pada secarik kertas,
kemudian digantungkan di lehernya. (At-Thibb an-Nabawi, hal 167).
Dengan demikian, hizib atau azimat dapat dibenarkan dalam agama Islam. Memang
ada hadits yang secara tekstual mengindikasikan keharaman meoggunakan azimat,
misalnya:
عَنْ عَبْدِ اللهِ قاَلَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّي اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إنَّ الرُّقًى وَالتَّمَائِمَ وَالتَّوَالَةَ شِرْكٌ
Dari Abdullah, ia berkata, Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda,
“'Sesungguhnya hizib, azimat dan pelet, adalah perbuatan syirik.” (HR
Ahmad [3385]).
Mengomentari hadits ini, Ibnu Hajar, salah seorang pakar ilmu hadits kenamaan,
serta para ulama yang lain mengatakan:
"Keharaman yang terdapat dalam hadits itu, atau hadits yang lain, adalah
apabila yang digantungkan itu tidak mengandung Al-Qur’an atau yang semisalnya.
Apabila yang digantungkan itu berupa dzikir kepada Allah SWT, maka larangan itu
tidak berlaku. Karena hal itu digunakan untuk mengambil barokah serta
minta perlindungan dengan Nama Allah SWT, atau dzikir kepado-Nya." (Faidhul
Qadir, juz 6 hal 180-181)
lnilah dasar kebolehan membuat dan menggunakan amalan, hizib serta azimat.
Karena itulah para ulama salaf semisal Imam Ahmad bin Hanbal dan Ibnu Taimiyyah
juga membuat azimat.
A-Marruzi berkata, ''Seorang perempuan mengadu kepada Abi Abdillah Ahmad bin
Hanbal bahwa ia selalu gelisah apabila seorang diri di rumahnya. Kemudian Imam
Ahmad bin Hanbal menulis dengan tangannya sendiri, basmalah, surat al-Fatihah
dan mu'awwidzatain (surat al-Falaq dan an-Nas)."
Al-Marrudzi juga menceritakan tentang Abu Abdillah yang menulis untuk orang
yang sakit panas, basmalah, bismillah wa billah wa Muhammad Rasulullah,
QS. al-Anbiya: 69-70, Allahumma rabbi jibrila dst. Abu Dawud
menceritakan, "Saya melihat azimat yang dibungkus kulit di leher anak Abi
Abdillah yang masih kecil." Syaikh Taqiyuddin Ibnu Taimiyah menulis QS
Hud: 44 di dahinya orang yang mimisan (keluar darah dari hidungnya), dst."
(Al-Adab asy-Syar'iyyah wal Minah al-Mar'iyyah, juz II hal 307-310)
Namun tidak semua doa-doa dan azimat dapat dibenarkan. Setidaknya, ada tiga
ketentuan yang harus diperhatikan.
1. Harus menggunakan Kalam Allah SWT, Sifat Allah, Asma Allah SWT ataupun sabda
Rasulullah SAW
2. Menggunakan bahasa Arab ataupun bahasa lain yang dapat dipahami maknanya.
3. Tertanam keyakinan bahwa ruqyah itu tidak dapat memberi
pengaruh apapun, tapi (apa yang diinginkan dapat terwujud) hanya karena takdir
Allah SWT. Sedangkan doa dan azimat itu hanya sebagai salah satu sebab
saja." (Al-Ilaj bir-Ruqa minal Kitab was Sunnah, hal 82-83).
KH Muhyiddin Abdusshomad
Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Islam, Ketua PCNU Jember
==========
Semoga artikel ini Bermanfa'at AAMIIN, Apabila ada kesalahan dalam baik dalam penulisan ataupun yang lain kami memohon maaf sebesar-besarnya.