Biografi Singkat Abuya Nurhasanuddin bin Abdul Latif Pengasuh Pondok Pesantren Darussa'adah Malang
Abuya Nurhasanuddin lahir dikota Kasin Ban
Kota malang. Putra Pertama dari pasangan dari "H. ABD. Latief dan Hj. Masfufah."
Saat beliau masih kecil harus memeras keringat untuk membantu orang tuanya.
Hasil kerjanya untuk biaya belajar di Madrasah Mu'allimin, Jagalan. Beliau
mengaji kepada Al'allamah Al-habib Alwi bin Salim Al-Aydrus, selain belajar,
beliau juga berkhidmah (mengabdi) kepada Keluarga Habib Alwi.
Selanjutnya Habib Alwi
menitipkannya di pesantren Darut-Tauhid dibawah Bimbingan Al-Ustadz 'Abdullah
'Awadz Abdun, beliau sempat merasa minder saat pertama masuk, karena kebanyakan
santi saat itu merupakan putra dari para Habaib atau Kyai. Selama mengaji di
Pesantren Darut-Tauhid, beliau full mengabdi kepada sang Guru.
Beliau juga Tabarrukan mengaji
kepada Habib Sholeh bin Ahmad Al-Aydrus yang masih keponakan dari Habib Alwi.
Pada tahun 1991 Beliau
berangkat ke Gubuk-Klakah untuk berdakwah atas perintah sang Guru, pada mulanya
ia dipinjami rumah oleh H. Mansur. Beliau mulai mendekati masyarakat dengan
cara menghadiri majelis-majelis yang diadakan oleh masyarakat seperti majelis
tahlilan. Selanjutnya beliau ikut membina para remaja dengan berbagai kegiatan
seperti salah satu contohnya mengajak mereka mengaji dan berdzikir, meskipun
tidak banyak yang ikut, namun setidaknya sudah ada beberapa remaja yang mulai
mengaji kepada beliau.
Kini Pesantrennya telah
berkembang sangat pesat. Ribuan santri berdatangan dari penjuru negeri untuik
menimba ilmu serta adapula dari luar Indonesia. Dan, luar biasanya banyak
santri nya yang telah pulang kedaerah masing-masing sukses dengan izin Allah
SWT bahkan banyak pula yang mendirikan Pesantren, Saat ini sudah ada sekitar 19 Cabang Pondok Pesantren Darussa'adah. Termasuk salah satu santri beliau adalah
Habib Ja'far atau lebih dikenal dalam sebuah majelis JMC (Ja'far Mania
Community) Malang. dan masih banyak lagi santri-santri beliau yang tidak
mungkin alfaqir yang hina ini menyebutkannya satu-persatu.
-----
“Semua Itu berkat khidmah kepada guru, kalau saya tidak
punya apa-apa.” Demikian jawab KH. Nur Hasanuddin Pengasuh PP. Darussa’adah
AL-Islamy Gubugklakah Poncokusumo Malang, ketika ditanya bagaimana rahasianya
bisa memiliki Pondok Pesantren besar dengan ribuan santri dan pengajian yang
selalu dihadiri ratusan bahkan ribuan jamaah.
KH. Nur
Hasanuddin memang benar-benar merasakan barokah khidmahnya kepada gurunya. Baik
kepada KH. Abdullah ‘Awad Abdun, saat belajar di Pesantren Darut-Tauhid Malang,
maupun saat ngaji kepada Habib Alwi bin Salim Al-aydrus, Tanjung.
Selain
mengasuh para santri dipesantrennya, Beliau juga berkeliling mengisi pengajian
dari satu masjid ke masjid yang lain, dari satu tempat ke tempat yang lain.
Menurut
Beliau keberhasilan santri terletak dalam khidmahnya kepada guru. Sahabat Ibnu
Abbas menjadi slah satu contohnya, Beliau yang biasa menyiapkan sandal
Rasulullah. Menyiapkan air untuk wudhu’ Rasulullah dan sebagainya. Beliau
kemudian menjadi tintanya ummat dengan ilmunya.
Dikisahkan
pula bahwa Habib Alwi bin Syihab ketika mengaji kepada Syeikh Abdurrahman
Al-Masyhur, beliau biasa menyiapkan minuman untuk para santri. Hatinya merasa
sedih, teman-temannya membawa kitab sedangkan Ia membawa gelas dan kopi untuk
para santri. Rupanya kegundahannya terbaca oleh gurunya, lalu dadanya dipegang
sang guru. Beliau mengatakan, “satafuuqu aqraanaka.” Kamu akan melebihi
teman-temanmu. Subhanallah, ketika gurunya wafat, teman-temannya menjadi ulama,
sementara Habib Alwi bin Syihab menjadi Qolbu Tarim (Jantung Tarim).
Abuya
Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki pernah mengatakan, “Al ‘ilmu yudraku walaa
tudrakul khidmatu,” ilmu itu bisa didapatkan
siapa saja dengan belajar. Tetapi khidmah kepada guru tidak bisa dilakukan
setiap orang.
Saat
belajar dipesantren, putra pertama pasangan H. Abdul Latief dan Hj. Masfufah
itu, melakukan khidmah dengan total. Beliau bertugas mengambil wesel para
santri. Berangkat kekantor pos naik sepeda pancal. “karena waktu itu jalannya
masih sepi, saya naik sepeda sambil menghafalkan pelajaran. Seperti nadham
Zubad dan al-waroqot. Teman-teman saya belum hafal, saya sudah hafal duluan, karena
memanfaatkan waktu dipelajaran,” Kisahnya sambil tertawa ringan.
Salah
satu tugas utama yang selalu dijalankannya adalah mencuci mobil gurunya. “waktu
itu Almarhum KH. Abdullah ‘Awad Abdun punya mobil Holden. Saya pernah diperintah
beliau, untuk membersihkan mobil beliau. Maka sejak saat itu, setiap pagi mobil
saya lihat, kalau kotor tanpa disuruhpun saya bersihkan. Sekali diperintah maka
saya lakukan terus. Sudah kewajiban saya,” tuturnya.
“Ketika
saya ada tugas lain yang tidak bisa ditinggal, biasanya saya meminta tolong
teman saya Romli Suja’i untuk menggantikan mencuci mobil. Kalau juga pas tidak
bisa, biasanya yang menggantikan Husain Qomari.
Uniknya,
dari ketiga santri yang biasa mencuci mobil Kyai itu, ketiga-tiganya punya
pesantren. Saya mengasuh Pondok Darussa’adah
disini. Ustadz Romli Suja’i sekarang mengasuh Pesantren Mahasiswa didekat
kampus IPB Bogor. Ia juga banyak berkiprah dimasyarakat. Salah satunya menjadi
wakilnya Prof. Didin Hafidudin dilembaga rumah zakat. Sedangkan Ustadz Husain
Qomari mengasuh pondok di Wonorejo. Saya juga ikut meresmikan pondoknya. Sampai
kami guyonan, lha iya, kok yang bertugas mencuci mobil Kyai ini semuanya punya
pondok,” tambahnya.
Dilansir dari Media Ummat Edisi 284 Tahun 2018, dan Revisi secukupnya dari Cendekiawan Santri Tahun 2019.