Cendekiawan Santri - Mudzakaroh dan Musyawarah serta Bahtsul Masail Seputar Ilmu Syariat Islam

Cendekiawan Santri - Mudzakaroh dan Musyawarah serta Bahtsul Masail Seputar Ilmu Syariat Islam
M E N U
  • HOME
  • BIOGRAFI ULAMA'
  • BAHTSUl MASAIL
  • Info & Berita Islami
  • Kajian
  • _Tajwid
  • _Bahasa Arab
  • _Shorrof
  • _Nahwu
  • _Fiqh
  • _Tasawwuf
  • _Ibroh
  • _Lirik dan Syair
  • Amalan Harian
  • Cerpen & Novel
  • _Cerpen Cerdas
  • _Cerpen Islami
  • _Novel islami
  • _Mimpi di atas Awan
  • _Tanda Titik
  • _Azwidatul Azkiya'
  • Bisnis Online

JADWAL UPDATE ARTIKEL

  • SENIN: Biografi Ulama' (Informasi & Cerita)
  • SELASA: Fiqh & Hadits
  • RABU: Bahasa Arab, Nahwu & Shorrof
  • KAMIS: Al Qur'an (Tajwid)
  • SABTU: Ibroh & Lirik Sya'ir
  • AHAD: Amalan Harian

Home » Biografi Ulama

Biografi Ulama Info & Berita Islam

Biografi KH. Syarifuddin - Wonorejo, Lumajang, Jawa Timur, Indonesia.


Riwayat Hidup Kyai Syarif

ULAMA ’YANG MENCETAK ULAMA’

Kyai Syarif Pendiri Pondok Pesantren “Kyai Syarifuddin” Wonorejo Lumajang. Kyai Syarifuddin adalah seorang ulama’ yang istoqamah mendidik akhlakul karimah dan mengajarkan kitab kuning pada snatrinya, maka tidak heran apabila alumninya banyak yang mejadi ulama’ dan pendiri pondok pesantern. 

Alumni yang mendirikan pondok pesantern bukan hanya di Indonesia, tetapi juga di negara tetangga, misalnya di Malaysia. 

Santri-santrinya:
dari Bawean bernama Maksum, setelah pulang mendirikan pondok pesantren “Mamba’ul Ulum”, 
dari Probolinggo bernama Rahmat setelah pulang mendirikan pondok pesantren “ “, 
dari kunir Lumajang bernama Abdul Mujib setelah pulang mendirikan pondok pesantren “Miftahul Ulum”, 
dari Randuagung bernama Muhammad setelah pulang mendirikan pondok pesantren dan beberapa alumni lainnya juga mendirikan pondok pesantren. 

Sedangkan anak cucu Kyai Syarif banyak yang mendirikn pondok pesantern di beberapa tempat baik dalam Kabupaten Lumjang maupun di luar lumajang. 

Misalnya KH. Qurtubi ( KH. Malik) mendirikan pondok pentren “Almaliki” di Dawuan Sukodono Lumajang, 

Kyai Faqih mendirikan pondok pesantren “Nurul Istqamah” di Wonorejo Kedungjang Lumajang, 
KH Syudah Syarif mendirikn pondok pesantern “Darul Muqamah” di Gumuk Emas Jember, 
KH. Fawahim mendirikn pondok pesantern “Zadul Ma’ad di Pandan Wangi Lumajang, 
Nyai Hj. Hanna mendirikn pondok pesantern “Nurut Tauhid” Pelas Wonorejo Lumajang, 
Nyai Qanatatillah mendirikn pondok pesantern “Qanatatillah” di Alas malang Sukodono Lumajang. 

Sedangkan KH. Sulahak Syarif dan KH. Adnan Syarif melanjutkan pondok pensatren yang didirikan oleh Kyai Syarif, yaitu pondok pesantern “Kyai Syarifuddin” Wonorejo Lumajang.


Silsilah dan Kediaman.

Kyai Syarifuddin nama lengkapnya Kyai Sarifuddin Ibn Kyai Sekar Sari. 

Masa kecilnya beliau bernama Ahmad Rais, sedangkan nama panggilan sehari-hari Gibes. Gibes dalam bahasa Madura artinya orang yang hebat dan selalu juara, beliau dipanggil Gibes, karena pintar baca kitab dan mengalahkan teman-temannya yang lebih dulu belajar kitab kuning. 

Beliau dilahirkan di desa Lawean kecamatan Patalan (sekarang: Wonoasih) kabupaten Probolinggo Jawa Timur tahun 1889 M , Kyai Syarif anak kedua dari lima bersaudara, yaitu: 
1). Nyai Sekar Anom, 
2). Ahmad Rais (Kyai Syarifuddin), 
3). Nyai Kerto, 
4). Kyai Fatawi, 
5). Kyai Subki

Kyai Syarif menikah dua kali yang pertama di desa Tekong Lumajang, dikarunia satu anak perempuan bernama Siti Rahmah, dan yang kedua di desa Wonorejo Kedungjajang (Dulu: Kecamatan Randuagung) Lumajang, nama istri beliau: 

1). Nyai Khosiah, dikauraniai anak empat orang 
    a). Damhora, 
    b). Yumna (Nyai Hadiri), 
    c). Adra’i (Kyai Adra’i), dan 
    d). Romlah (Nyai Rosidi). 

2). Nyai Salamah (tidak dikaruniai putra)


Pengalaman Mencari Ilmu.
Kyai Syarif mengawali mencari ilmu pada ayahnya sendiri, Kyai Sekar Sari, beliau belajar membaca dan menulis al-qur’an pada ayahnya sendiri, kyai sekarsari di desa lawean bersama saudara-saudaranya yang berjumlah lima orang
1). Nyai Sekar Anom, 
2). Ahmad Rais (Kyai Syarifuddin), 
3). Nyai Kerto, 
4). Kyai fatawi, 
5). Kyai Subki. 

Setelah beliau selesai belajar baca menulis al-Qur’an lalu belajar kitab kuning yang diantaranya Kitab Sullam safinah, Aqidatul awam, Awamil jurmiyah, Al-amsilatul Tasrifiyah, Hidayatus Sufyan dan sifaul jinan.

Kyai Syarif merasa ingin menambah ilmu, maka dia belajar ke pondok pesantran
Asem Agung, sumber kareng, Probolinggo berguru langsung kepada Kyai Asem Agung selama 4 tahun, pada waktu-waktu tertentu pulang kerumah untuk makan dan keperluan lainnya, sedangkan kitab-kitab yang dipelajari diantaranya sebgai berikut: Kifayatul awam, Takrib, Fathul Mu’in, Bidayatul hidayah, Tafsir jalalain, Riyadus solihin, Mutammimah, Nadomul maksud dan Kawaidul i’lal.

Kyai Syarifuddin merasa belum cukup dengan ilmu yang didapatkan, maka dia mondok lagi di Pondok Pesantren Panji, Gedangan, Sidoarjo, kemudian Pondok Pesantern Genggong, Kecamatan Kraksaan, Probolinggo, berguru langsung pada Kyai Hasan sepuh dan kyai Hasnan, Arak-arak Bondowoso.


Masa-masa Sulit Pendirian Pondok Pesantaren.
Awal perjuangan pendidikan kyai Syarifuddin adalah mengembangkan kegiatan musolla kecil yang telah ada sebelumnya yang telah didirikan oleh mertuanya, Kyai Sumber pada tahun 1912 M, sedangkan Ilmu-ilmu yang diajarkan adalah membaca dan menulis al-quran serta kitab-kitab dasar, santri yang belajar dalah orang-orang yang terdiri dari sekitar Musolla. 

Dalam waktu singkat perkembangan santri sangat pesat, banyak santri yang belajar dari luar Lumajang terutama santri dari Pulau Bawean Gesik Jawa Timur. 

Metode mengajar al-qur’an yang dipergunakan Kyai syarif adalah dua metode, yaitu metode Baghdadiyah dan tartil, yang lebih dikenal denga istilah “tektekan”.

Sedang Metode yang dipergunakan mengajar kitab kuning adalah sebagai berikut:
  1. Materinya ditulis di papan lengkap dengan maknanya kemudian para murid menulis lafal dan maknanya tulisan yang ada di papan di bukunya masing-masing.
  2. Sebelum Kyai Syarif membacakan materi yang di tulis di papan sejumlah santri diperintah mengulangi dan membaca pelajan yang lalu.
  3. Kyai Syarifuddin membaca materi yang ditulis di papan dengan pelan dan jelas dengan menggunakan bahasa madura, sedangkan santri mendengarkan dengan baik.
  4. Setelah Kyai Syarifuddin selesai menjelaskan, sejumlah santri yang senior di suruh membaca pelajaran baru yang sudah diterangkan, bergiliran kurng lebih sampai 10 orang, sedangkan yang lain mendengarkan dengan baik dan sungguh-sungguh.
  5. Para santri senior yang sudah membaca di haruskan memandu santri yunior dengan di pisah dan berkelompok, sedangkan kyai Syarifuddin berkeliling mengawasi para santri yunior yang sedang membaca kitab, demikian selanjutnya pada setiap hari.
  6. Setiap seminggu sekali pada hari selasa para santri menyetorkan hafalan
  7. Kyai Syarifuddin menanyakan kedudukan i’rob dan sorrofnya
  8. Penilaian dilakukan setiap hari sesuai dengan perkembangan kemampuan santri
  9. Kitab-kitab yang di baca adalah kitab-kitab fiqh yang disertai pendalaman teori dan praktek nahwu dan sorrof
  10. Memberi motivasi belajar kepada santri dengan mengajar kitab yang lebih tinggi.
  11. Anak santri diawasi keaktifannya dengan cara diabsent dan dikontrol langsung oleh kyai Syarifuddin ke kamar pondok.
  12. Memaknai kitab dengan menggunakan bahasa jawa kemudian dijelaskan dengan bahasa madura

Pengembangan dan Hambatan.

Dari waktu kewaktu perkembangan Pondok Pesantern Kyai Syarifuddin makin pesat sehingga memerlukan sarana penunjang pendidikan, maka Kyai Syarif besarta masyarakat membangun masjid, kamar, pondok, ruang kelas-kelas dan menugaskan ustadz-ustadz menjadi guru.

Didalam mengembangkan pondok pesatren Kyai Syarifuddin mengalami hambatan-hambatan dianatanya masyarakat sekitar pondok belum memahami tujuan perjuangan kyai Syarifuddin, mereka melakukan hal-hal yang mengganggu kelancaran pendidikan. 

Diantaranya musolla pernah di beri kotoran manusia, ketika santri mengumandakan adzan, ada yang mengomentari anjingnya kyai Syarifuddin sedang menggonggong, sautu ketika ada pohon kelapa ditebang dan di arahkan robohkan kemusollah. 

Sedangkan kyai Syarifuddin melakukan ibadah di dalam musolla, alhamdulillah pohon kelapa tersebut roboh pada tempat lain dan tidak roboh pada musollah. 

Ekonnomi Kyai Syarifuddin sangat sederhana karma disibukkan untuk mengajar para santri, Santri yang dari bawean sebagian besar orang tuanya berada di malaisia dan mereka di kirim atau biaya hidupnya dari orangtuanya yang berada di malaisia, sehingga ketika terjadi konfrontasi antara indonesia dengan malaysia banyak santri bawean terpaksa berhenti karma tidak mempunyai bekal dan jumlah santri menurun drastis dan nyaris berhenti, karma sebagian besar santri pondok kyai Syarifuddin dari bawean.

Dalam memecahkan problem tersebut melakukan melakuakan bermacam-macam tindakan yang diantaranya:
  1. Memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang arti dan manfaat perjuangan pendidikan yang dilakukan kyai Syarifuddin
  2. Gangguan yang berupa ejekan dan sebagainya dihadapi dengan sabar dan memperlakukan masyarakat dengan lemah lembut dan menampakkan kasih sayang baik kawan maupun lawan.
  3. Mengahadapi ekonomi dihadapi dengan zuhud dan qonaah.
  4. Kyai Syarifuddin terus berzikir minta pertolongan kepada allah agar musolla dan dirinya di selamatkan dari marabahaya dari robohnya pohon kelapa demi kelanjutan perjuangan pendidikan islam.

Istiqomah dan Karomah

Kyai Syarif sangat sukses di dalam mengembangkan pondok pesantren, dalam waktu yang relatif singkat berhasil mengembangkan pondok pesantren, yang ditandai banyaknya sntri baik dari sekita lumajang maupun dari luar lumajang, banyak santri yang alim dan setelah pulang mendirikan pondok pesantren. 

Keberhasilan ini didapatkan dengan cara istiqamah didalamberibadah dan mengajar kitab kuning, istiqaha didalam ibadah diantaranya: Solat jamaah, qobliyah ba’diyah, duha, solat malam, zikir setelah solat,. 

Membaca al-qur’an, dan puasa senin kemis, tarwiyah arofah dan puasa sunnah lainnya. Keistiqomaah ibadah semacam ini sebagai toriqoh menurut pemahaman orang ahli toriqot. 

Kyai Syarifuddin didalam melaksanakan ibadah tepat waktu tidak perlu mengunakan jam atau tampa tanda peringatan waktu lainnya.

Kyai Syarifuddin istiqamah didalam membungunkan santri dan mengajarnya, alat yang digunakan berupa batu selalu tetap dan tidak berubah serta dilektakkan di tempat yang tetap. 

Suatu ketika kyai Syarifuddin sedang bebergian ke Balung Jember untuk kepentingan takziah, dia tidak bisa pulang sampai tiba waktu membangunkan anak santri melaksanakan ibadah solat duhur, tiba-tiba batu yang biasa dipergunakan untuk mengetuk jendela pondok jatuh di meja kyai Syarifuddin, yang pada waktu itu beliau sedang berbincang dengan para tamu yang lain, Kyai Syarifuddin mengetahui bahwa batu yang jatuh tersebut adalah batu yang dipergunakan untuk membangunkan santri , lalu dia mengambilkan dan memasukkan ke dalam saku bajunya dan di kembalikan kepada tempat semula yang biasa Kyai Syarifuddin menempatkan batu tersebut, yaitu di depan pintu rumah Kyai Syarifuddin.


Berpulang Kerahmatullah.
Kyai Syarif mempersiapkan kader penerus dengan mendidik anak turunnya dengan tekun dan mengajar langsung anak keturunannya tiga kali sehari dengan rutin, setelah subuh, setelah solat duhur, dan setelah solat magrib, dan mendidik santri senior dengan tekun dan kontinyu. 

Beliau merasa puas dengan usahanya, karena banyak anak cucunya yang sudah bisa baca kitab kuning degn baik, ini ditandai dengan penyataannya dengan bahasa madura ketika dia hamper kembali pada rahmatullah: 

“Setiah seengkok lah tuah, umpamah dulih depak kaomor, engkok tak sossa. Sebeb tang toronan benyak se taoh ngajih, insya allah ponduk Wonorejo dek budinnah rammih engak pasar"

(Saya sekarang sudah tua, umpamanya saya meninggal dunia saya tidak merasa khawatir, karena anak cucu saya banyak yang bisa baca kitab kuning, insya Allah nani pondok Wonorejo akan ramai seperti pasar). 

Beliau wafat 1972 M dikuburkan di komplek pondok pesantren Kyai Syarifuddin Wonorejo Kedungjajang Lumajang
read more
akhlaq Biografi Ulama cerpen cerdas cerpen islami Ibroh Info & Berita Islam

Biografi Imam Abu Yazid al-Busthami

 


Biografi Imam Abu Yazid al-Busthami 

Nama lengkapnya ialah Abu Yazid Thaifur bin In lna bin surusyan Al-Bustomi. Beliau lahir di bagian timur Persia di suatu kota bernama Bustham. Beliau seorang ahli Tasawwuf terkenal. Ayahnya merupakan seseorang yang terkemuka di negerinya. Beliau lahir sampai meninggal 188-261 H/ 804-875 M.Beliau mengembara keluar daerahnya mencari ilmu pengetahuan. Gurunya sangat banyak lebih dari seratus orang.

Kata-kata mutiara beliau

  • saya telah bermujahadah (berjuang) selama tiga puluh tahun namun tidak menemui perjuangan yang lebih sulit daripada perjuangan mendapatkan ilmu. 
  • jangan terkecoh dengan ocehan atau bisikan setan karena dia akan berkata kepadanya; "Jika sudah jelas bahwa dalam ilmu itu ada bahaya yang besar maka lebih baik ditinggalkan saja..."ocehan seperti ini, jangan sekali-kali engkau anggap benar.
Kisah Menarik Dari Beliau

Ada satu kisah menarik dari imam Abu Yazid al-Busthami. Pada suatu malam, Imam Abu Yazid al-Busthami sedang tidur Dan bermimpi tiba-tiba beliau mendengar suara yang mengatakan “Wahai Imam Abu Yazid Sesungguhnya malam ini adalah hari raya nya orang Nashrani, Maka datangilah mereka di biara mereka dan sampaikan ajaran nabi Muhammad kepada mereka”. Bangunlah imam Abu Yazid untuk melaksanakan apa yang didengarnya dari hatif tadi (hatif:suara tanpa ada wujudnya) dan bersegera menuju ke biara orang Nashrani. 
Ketika beliau duduk diantara mereka, Beliau mengira bahwasannya mereka tidak mengenalinya. Tiba-tiba saja seorang pendeta berkata: “Aku tidak akan berbicara sampai seorang umat Muhammad ini keluar dari tempat ini.... ” sambil ia menunjuk ke Imam Abu Yazid al-Busthami. Kemudian orang-orang Nashrani berkata : “Bagaimana kau bisa tahu bahwa ia seorang pengikut agama Muhammad ?”
Pendeta itu berkata kepada pengikutnya : “Karena pengikut Muhammad itu tampak di wajah-wajah mereka ada bekas sujud.
Kemudian para pengikut nya berkata kepada imam Abu Yazid : “Hai kamu, Keluarlah kamu dari biara kita”.
Abu Yazid berkata kepada mereka :“aku tidak akan keluar dari biara ini sampai Allah yang akan memutuskan antara aku dan kalian sedangkan Allah adalah sebaik-baiknya pemberi keputusan“. 
Maka berkatalah pemimpin mereka, si pendeta :“Baiklah, aku akan memberikan pertanyaan kepadamu apabila kamu bisa menjawab semuanya kami akan beriman kepada Allah bahwa Allah adalah sang maha esa dan Muhammad adalah utusannya tapi jika kamu tidak bisa menjawab satu saja dari pertanyaan itu kami akan penggal lehermu”. 
Imam Abu Yazid menyetujui persyaratannya dan mengatakan :“Baik... Bertanyalah apa saja sesuai yang kamu inginkan karena Allah berfirman :"Bertaqwalah kepada Allah niscaya Allah akan mengajarimu (dengan ilmu ladunni), Sesungguhnya Allah Maha Tau atas segala sesuatu"”.
Si pendeta kemudian berdiri bertanya dan imam Abu Yazid duduk mendengarkan. Si  pendeta berkata :“1. Apa sesuatu yang satu tiada duanya? 
2. Apa sesuatu yang dua tiada tiganya? 
3. Apa sesuatu yang tiga tiada empatnya?
4. Apa sesuatu yang empat tiada limanya?
5. Apa sesuatu yang lima tiada enamnya? 
6. Apa sesuatu yang enam tiada tujuhnya? 
7. Apa sesuatu yang tujuh tiada delapannya? 8. Apa sesuatu yang delapan tiada sembilannya? 
9. Apa sesuatu yang sembilan tiada sepuluhnya? 
10. Apa sesuatu yang sepuluh yang bisa bertambah semakin banyak? 
11. Siapa mereka yang berjumlah sebelas? 
12. Mukjizat apa yang bisa munculkan 12 pancaran? 
13. Pusara siapa yang bisa berjalan bersama dengan penghuninya? 
14. Sesuatu apa yang bernafas tanpa ruh? 
15. Sesuatu apa yang Allah ciptakan tapi Allah memburukkannya? 
16. Siapa mereka yang Jujur tapi masuk neraka?  
17. Siapa mereka yang Bohong tapi masuk surga? 
18. Siapa yang Allah ciptakan tanpa bapak dan ibu? 
19.Suatu ibarat yaitu, suatu pohon yang memiliki 30 ranting Di setiap ranting ada 5 buah, Dari 5 buah itu 2 buah di bawah sinar matahari dan 3 nya tidak?,,, Wahai Abu Yazid Jawablah pertanyaan-pertanyaan ini..!!!”

Maka kemudian Imam Abu Yazid berdiri dan berdo'a meminta pertolongan kepada  Allah swt. yang maha kun fayakun. 
Selang beberapa saat beliau berkata :“Adapun yang pertama tiada duanya adalah Allah. Dalilnya Allah berfirman :{ قُلۡ هُوَ ٱللَّهُ أَحَدٌ }
[Surat Al-Ikhlas: 1] Katakan Allah itu maha satu.
2. Dua tiada tiganya adalah siang dan malam. Dalilnya Allah berfirman : { وَجَعَلۡنَا ٱلَّیۡلَ وَٱلنَّهَارَ ءَایَتَیۡنِۖ }
[Surat Al-Isra': 12] Dan kami jadikan malam dan siang itu sebagai 2 tanda. 
3. Tiga tiada empatnya adalah 3 pertanyaan nabi Musa kepada nabi Khidir yang menyebabkan perpisahan mereka yaitu tentang membocori perahu, membunuh seorang anak laki-laki, dan memperbaiki rumah orang asing tanpa digaji. Itu semuanya telah disebutkan ceritanya di dalam alqur'an. 
4. Empat tiada limanya adalah 4 Kitab yang diturunkan oleh Allah kepada nabi pilihannya, yaitu Taurat, Zabur, Injil, dan Al-qur'an. 
5. Lima tiada enamnya adalah sholat lima waktu yang diwajibkan oleh Allah kepada hambanya dalam sehari semalam.
6. Enam tiada tujuhnya adalah 6 hari Allah menciptakan langit dan bumi.
7. Tujuh tiada delapannya adalah 7 tingkatan langit yang Allah ciptakan.
8. Delapan tiada sembilannya adalah 8 malaikat yang memikul 'arsy di hari kiamat.
9. Sembilan tiada sepuluhnya adalah mukjizatnya nabi Musa seluruhnya ada sembilan, yaitu tangan yang bercahaya, tongkat, musim kemarau, membelah laut merah, taufan, belalang, kutu, katak, dan darah. 
10. Sepuluh yang bisa bertambah semakin banyak adalah pahala yang Allah berikan kepada hambanya yang melakukan satu kebaikan di balas dengan sepuluh pahala tapi bisa bertambah sesuai yang Allah inginkan.
11. Mereka yang berjumlah sebelas adalah saudara-saudaranya nabi Yusuf as.
12. Mukjizat yang bisa munculkan 12 pancaran adalah mukjizatnya nabi Musa ketika meminta air kepada Allah. Kemudian Allah menyuruh nabi musa untuk memukulkan tongkatnya pada batu. Setelah itu, jadilah batu itu mengeluarkan 12 pancaran mata air. 
13. Pusara yang berjalan bersama dengan penghuninya adalah Nabi Yunus as. ketika di telan oleh ikan huut .
14. Sesuatu yang bernafas tanpa ruh adalah waktu shubuh sesuai firman Allah : { وَٱلصُّبۡحِ إِذَا تَنَفَّسَ } Dan Demi waktu shubuh yang bernafas. 
15. Sesuatu yang Allah ciptakan tapi Allah memburukkannya adalah suara dari keledai. Allah berfirman :{إِنَّ أَنكَرَ ٱلۡأَصۡوَ ٰ⁠تِ لَصَوۡتُ ٱلۡحَمِیرِ }
[Surat Luqman: 19] Sesungguhnya seburuk-buruk suara adalah suara keledai. 
16. Orang yang jujur tapi masuk neraka adalah orang Yahudi dan Nashrani sesuai firman Allah :{ وَقَالَتِ ٱلۡیَهُودُ لَیۡسَتِ ٱلنَّصَـٰرَىٰ عَلَىٰ شَیۡءࣲ dalam hal ini orang Yahudi benar dan jujur,
 وَقَالَتِ ٱلنَّصَـٰرَىٰ لَیۡسَتِ ٱلۡیَهُودُ عَلَىٰ شَیۡءࣲ وَهُمۡ یَتۡلُونَ ٱلۡكِتَـٰبَۗ  }dalam hal ini juga orang Nashrani berkata benar dan jujur 
[Surat Al-Baqarah: 113] 
17. Orang yang Bohong tapi masuk surga adalah Saudara-saudaranya nabi Yusuf as., mereka berbohong ketika berkata kepada ayahnya bahwa nabi Yusuf telah dimakan oleh serigala Akan tetapi setelah Nabi Yusuf menjadi raja kemudian bertemu kembali dengan saudara-saudaranya dan memaafkan apa yang telah dilakukan oleh saudara-saudaranya itu sekaligus memintakan ampunan kepada Allah swt.. 
18. Yang Allah ciptakan tanpa bapak dan ibu adalah - malaikat yang Allah ciptakan dari cahaya yang ditugaskan sesuai perintah Allah dan tidak memiliki nafsu.
-Nabi Adam tanpa ayah dan Ibu
-Kambing Kibasy yang dikorbankan untuk menggantikan nabi Isma'il as. sewaktu akan di sembelih oleh nabi Ibrahim as.. 
-Dan untanya Nabi Sholeh as. yang keluar dari batu sebagai mukjizat dari nabi Sholeh as.
19. Adapun pertanyaan ibarat yg terakhir itu jawabannya adalah 30 ranting itu merupakan jumlah hari dalam satu bulan, dan setiap ranting memiliki 5 buah yaitu sholat lima waktu 2 di waktu siang di bawah matahari dan 3 nya tidak yaitu di waktu malam hari” Imam Abu Yazid menjawab seluruh pertanyaan yang diberikan tanpa sedikitpun kesalahan.

Setelah itu beliau bertanya balik kepada si pendeta itu : “Baiklah...semua jawabanmu telah aku jawab. Sekarang aku akan bertanya kepadamu satu pertanyaan saja maka berikan aku jawabannya!!”
Si pendeta menjawab :“Apa pertanyaanmu itu, Wahai Muhammady(sebutan untuk pengikut nabi Muhammad)?? 
Imam Abu Yazid berkata :“Apa itu kunci surga??”
Terdiamlah si pendeta itu seribu bahasa tanpa bisa mengucapkan sepatah kata apapun. 
Maka berkatalah para pengikut dari  pendeta :“Wahai pemimpin kami, Engkau telah banyak bertanya masalah-masalah dan ia menjawabmu, Sekarang ia bertanya padamu satu pertanyaan tetapi kamu malah terdiam ??”
Si pendeta pun akhirnya berkata :“Wahai pengikutku, Sesungguhnya aku mengetahui jawabannya tetapi aku takut kepada kalian !!”
“Jawablah, engkau tidak akan apa-apa”
Kata para pengikutnya. 

Berdirilah si pendeta dan berteriak sekencang-kencangnya :“Kunci Surga adalah لَااِلٰهَ اِلٌَا ﷲ ﷴٌ رَسُوْلُ ﷲِﷺ Tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah” Ucapnya si pendeta. 
Kemudian seluruh orang yang hadir dari pengikutnya di biara itu berdiri dan bersama-sama mengatakan : 
” لَااِلٰهَ اِلٌَا ﷲ ﷴٌ رَسُوْلُ ﷲِﷺ “
Akhirnya seluruh orang yang ada di biara itu semuanya masuk Islam. 
Setelah kejadian itu, Biara tersebut dirubah menjadi masjid untuk beribadah dan menyembah Allah swt. 

read more
Biografi Ulama

Biografi Imam Nawawi

 


Biografi imam Nawawi 

Nama lengkap beliau adalah Yahya Bin syarof bin Muri al-hizami al-haurani asy-syafi'i an-Nawawi. 

Nama laqob Dan kunyah beliau adalah Syaikhul Islam Muhyiddin Abu Zakaria.

Beliau lahir pada tahun 631 H di desa Nawa, Dan beliau wafat pada tahun 676 H. Umur beliau adalah 45 tahun dan beliau termasuk salah satu ulama' yang tidak menikah selama hidupnya karena beliau  menyibukkan diri di dalam ilmu. Beliau meninggalkan banyak karangan Kitab  yang telah masyhur di seluruh dunia seperti riyadhus sholihin, Al adzkar, dll. 

Beliau termasuk ulama' yang menghafal banyak hadits sehingga beliau dijuluki الحافظ الأوحد = Seorang yang hafal seratus ribuan lebih hadits yang tiada duanya. 

Pada tahun 649 beliau datang ke kota Damascus dan tinggal Di Madrasah ar-Rawahiyah. Beliau bercerita : "Saya tinggal disana sekitar 2 tahun  tidak pernah meletakkan punggungku di atas tanah (alias ;tidak pernah tidur) ".Beliau menghafal Kitab التنبيه dalam kurun waktu 4 bulan setengah dan menyetorkan hafalan ¼ kitab المهذب dari sisa tahun itu kepada guru beliau, Syaikh Ishaq bin Ahmad. 

Beliau adalah ulama' yang sangat sekali menghargai waktu. Beliau tidak pernah menyia-nyiakan waktu baik siang maupun malam hari semuanya untuk ilmu dan ibadah. Bahkan diriwayatkan meskipun di jalan beliau tetap belajar dan mengulang-ulang pelajaran. Beliau senantiasa seperti itu selama 6 tahun baru kemudian setelah itu beliau mengajar dan mengarang. 

Beliau makan dalam sehari semalam melainkan hanya satu kali makan setelah isya' terakhir dan minumnya di waktu sahur. Dan beliau melarang dirinya sendiri untuk makan buah-buahan dan mentimun agar tidak meng-enakkan tubuhnya sehingga membuat tertidur. 

Jika ada beberapa Tulisan dan Kaidah yang salah Mohon Kritik dan Saran dari para sahabat sekalian, Kami hanya Manusia biasa yang tak luput dari salah dan lupa.

Dilansir:kitab qimatuz zaman 'indal ulama'
read more
Biografi Ulama Ibroh Info & Berita Islam

Biografi KH Hasyim Asy’ari Pendiri NU Tebuireng Jombang


Kyai Haji Mohammad Hasyim Asy’ari, bagian belakangnya juga sering dieja Asy’ari atau Ashari, lahir 10 April 1875 (24 Dzulqaidah 1287H) dan wafat pada 25 Juli 1947; dimakamkan di Tebu Ireng, Jombang, adalah pendiri Nahdlatul Ulama, organisasi massa Islam yang terbesar di Indonesia.

Riwayat Keluarga
KH Hasyim Asy’ari adalah putra ketiga dari 11 bersaudara. Ayahnya bernama Kyai Asyari, pemimpin Pesantren Keras yang berada di sebelah selatan Jombang. Ibunya bernama Halimah. Dari garis ibu, Hasyim merupakan keturunan kedelapan dari Jaka Tingkir (Sultan Pajang). Hasyim adalah putra ketiga dari 11 bersaudara. Namun keluarga Hasyim adalah keluarga Kyai. Kakeknya, Kyai Utsman memimpin Pesantren Nggedang, sebelah utara Jombang. Sedangkan ayahnya sendiri, Kyai Asy’ari, memimpin Pesantren Keras yang berada di sebelah selatan Jombang. Dua orang inilah yang menanamkan nilai dan dasar-dasar Islam secara kokoh kepada Hasyim.

Silsilah Nasab
Merunut kepada silsilah beliau, melalui Sunan Giri (Raden Ainul Yaqin) KH Hasyim Asy’ari memiliki garis keturunan sampai dengan Rasulullah dengan urutan lanjutan sebagai berikut:

Sunan Giri (Raden Ainul Yaqin)
Abdurrohman / Jaka Tingkir (Sultan Pajang)
Abdul Halim (Pangeran Benawa)
Abdurrohman (Pangeran Samhud Bagda)
Abdul Halim
Abdul Wahid
Abu Sarwan
KH. Asy’ari (Jombang)
KH. Hasyim Asy’ari (Jombang)

Menurut catatan nasab Sa’adah BaAlawi Hadramaut, silsilah dari Sunan Giri (Raden Ainul Yaqin) merupakan keturunan Rasulullah SAW, yaitu sebagai berikut:

Husain bin Ali
Ali Zainal Abidin
Muhammad al-Baqir
Ja’far ash-Shadiq
Ali al-Uraidhi
Muhammad an-Naqib
Isa ar-Rumi
Ahmad al-Muhajir
Ubaidullah
Alwi Awwal
Muhammad Sahibus Saumiah
Alwi ats-Tsani
Ali Khali’ Qasam
Muhammad Shahib Mirbath
Alwi Ammi al-Faqih
Abdul Malik (Ahmad Khan)
Abdullah (al-Azhamat) Khan
Ahmad Syah Jalal (Jalaluddin Khan)
Jamaluddin Akbar al-Husaini (Maulana Akbar)
Maulana Ishaq
dan ‘Ainul Yaqin (Sunan Giri)

Pendidikan :
Sejak anak-anak, bakat kepemimpinan dan kecerdasan Hasyim memang sudah nampak. Di antara teman sepermainannya, ia kerap tampil sebagai pemimpin. Dalam usia 13 tahun, ia sudah membantu ayahnya mengajar santri-santri yang lebih besar ketimbang dirinya. Usia 15 tahun Hasyim meninggalkan kedua orang tuanya, berkelana memperdalam ilmu dari satu pesantren ke pesantren lain. Mula-mula ia menjadi santri di Pesantren Wonokoyo, Probolinggo. Kemudian pindah ke Pesantren PP Langitan, Widang, Tuban. Pindah lagi Pesantren Trenggilis, Semarang. Belum puas dengan berbagai ilmu yang dikecapnya, ia melanjutkan di Pesantren Kademangan, Bangkalan di bawah asuhan KH Cholil Bangkalan.

KH Hasyim Asyari belajar dasar-dasar agama dari ayah dan kakeknya, Kyai Utsman yang juga pemimpin Pesantren Nggedang di Jombang. Sejak usia 15 tahun, beliau berkelana menimba ilmu di berbagai pesantren, antara lain Pesantren Wonokoyo di Probolinggo, Pesantren Langitan di Tuban, Pesantren Trenggilis di Semarang, Pesantren Kademangan di Bangkalan dan Pesantren Siwalan di Sidoarjo.

Tak lama di sini, Hasyim pindah lagi di Pesantren Siwalan, Sidoarjo. Di pesantren yang diasuh Kyai Ya’qub inilah, agaknya, Hasyim merasa benar-benar menemukan sumber Islam yang diinginkan. Kyai Ya’qub dikenal sebagai ulama yang berpandangan luas dan alim dalam ilmu agama. Cukup lama –lima tahun– Hasyim menyerap ilmu di Pesantren Siwalan. Dan rupanya Kyai Ya’qub sendiri kesengsem berat kepada pemuda yang cerdas dan alim itu. Maka, Hasyim bukan saja mendapat ilmu, melainkan juga istri. Ia, yang baru berumur 21 tahun, dinikahkan dengan Chadidjah, salah satu puteri Kyai Ya’qub. Tidak lama setelah menikah, Hasyim bersama istrinya berangkat ke Mekkah guna menunaikan ibadah haji. Tujuh bulan di sana, Hasyim kembali ke tanah air, sesudah istri dan anaknya meninggal.

Tahun 1893, ia berangkat lagi ke Tanah Suci. Sejak itulah ia menetap di Mekkah selama 7 tahun dan berguru pada Syaikh Ahmad Khatib Minangkabau, Syaikh Mahfudz At-Tarmasi, Syaikh Ahmad Amin Al Aththar, Syaikh Ibrahim Arab, Syaikh Said Yamani, Syaikh Rahmaullah, Syaikh Sholeh Bafadlal, Sayyid Abbas Maliki, Sayyid Alwi bin Ahmad As Saqqaf, dan Sayyid Husein Al Habsyi. Tahun l899 pulang ke Tanah Air, Hasyim mengajar di pesanten milik kakeknya, Kyai Usman. Tak lama kemudian ia mendirikan Pesantren Tebuireng, Jombang. Kyai Hasyim bukan saja Kyai ternama, melainkan juga seorang petani dan pedagang yang sukses. Tanahnya puluhan hektar. Dua hari dalam seminggu, biasanya Kyai Hasyim istirahat tidak mengajar. Saat itulah ia memeriksa sawah-sawahnya. Kadang juga pergi Surabaya berdagang kuda, besi dan menjual hasil pertaniannya. Dari bertani dan berdagang itulah, Kyai Hasyim menghidupi keluarga dan pesantrennya.

Silsilah Keilmuan

KH Muhammad Saleh Darat, Semarang
KH Cholil Bangkalan
Kyai Ya’qub, Sidoarjo
Syaikh Ahmad Khatib Minangkabau
Syaikh Mahfudz At-Tarmasi
Syaikh Ahmad Amin Al Aththar
Syaikh Ibrahim Arab
Syaikh Said Yamani
Syaikh Rahmaullah
Syaikh Sholeh Bafadlal
Sayyid Abbas Al Maliki
Sayyid Alwi bin Ahmad As Segaf
Sayyid Husain Al Habsyi
Sayyid Sulthan Hasyim al-Daghistani
Sayyid Abdullah al-Zawawi
Sayyid Ahmad bin Hasan al-Atthas
Sayyid Abu Bakar Syatha al-Dimyathi
Memperoleh ijazah dari Habib Abdullah bin Ali Al Haddad

Penerus Beliau
(Murid) :

Ribuan santri menimba ilmu kepada Kyai Hasyim dan setelah lulus dari pesantren Tebuireng, Jombang, tak sedikit di antara santri Kyai Hasyim kemudian tampil sebagai tokoh dan ulama kondang dan berpengaruh luas, antara lain:

KH Abdul Wahab Hasbullah, Pesantren Tambak Beras, Jombang
KH Bisri Syansuri, Pesantren Denanyar, Jombang
KH R As’ad Syamsul Arifin
KH Wahid Hasyim (anaknya)
KH Achmad Shiddiq
Syekh Sa’dullah al-Maimani (mufti di Bombay, India)
Syekh Umar Hamdan (ahli hadis di Makkah)
Al-Syihab Ahmad ibn Abdullah (Syiria)
KH R Asnawi (Kudus)
KH Dahlan (Kudus)
KH Shaleh (Tayu)

(Keturunan)
Berikut disampaikan silsilah keturunan beliau sampai dengan tingkat cucu

Nyai Khodijah, istri pertama yang merupakan putri dari Kyai Ya’qub, Sidoarjo. Meninggal dunia sewaktu Kyai Hasyim Asy’ari menuntut ilmu di Mekkah
Nyai Nafiqoh, istri kedua, setelah istri pertama wafat, yaitu putri dari Kyai Ilyas, pengasuh Pesantren Sewulan Madiun.

Putra-putri dari Nyai Nafiqoh
(1) Hannah
(2) Khoiriyah
(3) Aisyah
(4) Azzah
(5) Abdul Wahid atau sering juga dipanggil sebagai Wahid Hasyim
(6) Abdul Hakim (Abdul Kholik)
(7) Abdul Karim
(8) Ubaidillah
(9) Mashuroh
(10) Muhammad Yusuf

Nyai Masruroh, istri ketiga, setelah istri kedua wafat, yaitu putri dari Kyai Hasan, pengasuh pengasuh Pondok Pesantren Kapurejo, Pagu, Kediri. Dari pernikahan ini, Kyai Hasyim dikarunia 4 orang putra-putri, yaitu:

(1) Abdul Qodir
(2) Fatimah
(3) Khotijah
(4) Muhammad Ya’kub

Jasa dan Karya Beliau !
Jasa Bagi Ahlussunnah wal Jamaah:
Komite Hijaz, sebagai Benteng Islam Tradisional

Sejarah Nahdlatul Ulama dan Kebangsaan serta Komite Hijaz

Kemampuannya dalam ilmu hadits, diwarisi dari gurunya, Syaikh Mahfudz At-Tarmasi di Mekkah. Selama 7 tahun Hasyim berguru kepada Syaikh ternama asal Pacitan, Jawa Timur itu. Disamping Syaikh Mahfudh, Hasyim juga menimba ilmu kepada Syaikh Ahmad Khatib Minangkabau. Kepada dua guru besar itu pulalah Kyai Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah, berguru. Jadi, antara KH Hasyim Asy’ari dan KH Ahmad Dahlan sebenarnya tunggal guru.

Yang perlu ditekankan, saat Hasyim belajar di Mekkah, Muhammad Abduh sedang giat-giatnya melancarkan gerakan pembaharuan pemikiran Islam. Dan sebagaimana diketahui, buah pikiran Abduh itu sangat mempengaruhi proses perjalanan ummat Islam selanjutnya. Sebagaimana telah dikupas Deliar Noer, ide-ide reformasi Islam yang dianjurkan oleh Abduh yang dilancarkan dari Mesir, telah menarik perhatian santri-santri Indonesia yang sedang belajar di Mekkah. Termasuk Hasyim tentu saja. Ide reformasi Abduh itu ialah pertama mengajak ummat Islam untuk memurnikan kembali Islam dari pengaruh dan praktek keagamaan yang sebenarnya bukan berasal dari Islam. Kedua, reformasi pendidikan Islam di tingkat universitas; dan ketiga, mengkaji dan merumuskan kembali doktrin Islam untuk disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan kehidupan modern; dan keempat, mempertahankan Islam. Usaha Abduh merumuskan doktrin-doktrin Islam untuk memenuhi kebutuhan kehidupan modern pertama dimaksudkan agar supaya Islam dapat memainkan kembali tanggung jawab yang lebih besar dalam lapangan sosial, politik dan pendidikan. Dengan alasan inilah Abduh melancarkan ide agar ummat Islam melepaskan diri dari keterikatan mereka kepada pola pikiran para mazhab dan agar ummat Islam meninggalkan segala bentuk praktek tarekat. Syaikh Ahmad Khatib mendukung beberapa pemikiran Abduh, walaupun ia berbeda dalam beberapa hal. Beberapa santri Syaikh Khatib ketika kembali ke Indonesia ada yang mengembangkan ide-ide Abduh itu. Di antaranya adalah KH Ahmad Dahlan yang kemudian mendirikan Muhammadiyah. Tidak demikian dengan Hasyim. Ia sebenarnya juga menerima ide-ide Abduh untuk menyemangatkan kembali Islam, tetapi ia menolak pikiran Abduh agar ummat Islam melepaskan diri dari keterikatan mazhab. Ia berkeyakinan bahwa adalah tidak mungkin untuk memahami maksud yang sebenarnya dari ajaran-ajaran Al Qur’an dan Hadist tanpa mempelajari pendapat-pendapat para ulama besar yang tergabung dalam sistem mazhab. Untuk menafsirkan Al Qur’an dan Hadist tanpa mempelajari dan meneliti buku-buku para ulama mazhab hanya akan menghasilkan pemutarbalikan saja dari ajaran-ajaran Islam yang sebenarnya, demikian tulis Dhofier. Dalam hal tarekat, Hasyim tidak menganggap bahwa semua bentuk praktek keagamaan waktu itu salah dan bertentangan dengan ajaran Islam. Hanya, ia berpesan agar ummat Islam berhati-hati bila memasuki kehidupan tarekat. Dalam perkembangannya, benturan pendapat antara golongan bermazhab yang diwakili kalangan pesantren (sering disebut kelompok tradisional), dengan yang tidak bermazhab (diwakili Muhammadiyah dan Persis, sering disebut kelompok modernis) itu memang kerap tidak terelakkan. Puncaknya adalah saat Konggres Al Islam IV yang diselenggarakan di Bandung. Konggres itu diadakan dalam rangka mencari masukan dari berbagai kelompok ummat Islam, untuk dibawa ke Konggres Ummat Islam di Mekkah.

Karena aspirasi golongan tradisional tidak tertampung (di antaranya: tradisi bermazhab agar tetap diberi kebebasan, terpeliharanya tempat-tempat penting, mulai makam Rasulullah sampai para sahabat) kelompok ini kemudian membentuk Komite Hijaz. Komite yang dipelopori KH Abdul Wahab Hasbullah ini bertugas menyampaikan aspirasi kelompok tradisional kepada penguasa Arab Saudi. Atas restu Kyai Hasyim, Komite inilah yang pada 31 Februari l926 menjelma jadi Nahdlatul Ulama (NU) yang artinya kebangkitan ulama.

Setelah NU berdiri posisi kelompok tradisional kian kuat. Terbukti, pada 1937 ketika beberapa ormas Islam membentuk badan federasi partai dan perhimpunan Islam Indonesia yang terkenal dengan sebuta MIAI (Majelis Islam A’la Indonesia) Kyai Hasyim diminta jadi ketuanya. Ia juga pernah memimpin Masyumi, partai politik Islam terbesar yang pernah ada di Indonesia.

Penjajahan panjang yang mengungkung bangsa Indonesia, menggugah kesadaran kaum terpelajar untuk memperjuangkan martabat bangsa, melalui jalan pendidikan dan organisasi. Pada tahun 1908 muncul sebuah gerakan yang kini disebut Gerakan Kebangkitan Nasional. Semangat Kebangkitan Nasional terus menyebar ke mana-mana, sehingga muncullah berbagai organisai pendidikan, sosial, dan keagamaan, diantaranya Nahdlatul Wathan (Kebangkitan Tanah Air) tahun 1916, dan Taswirul Afkar tahun 1918 (dikenal juga dengan Nahdlatul Fikri atau Kebangkitan Pemikiran). Dari situ kemudian didirikan Nahdlatut Tujjar (Pergerakan Kaum Saudagar). Serikat itu dijadikan basis untuk memperbaiki perekonomian rakyat.

Dengan adanya Nahdlatul Tujjar, maka Taswirul Afkar tampil sebagi kelompok studi serta lembaga pendidikan yang berkembang sangat pesat dan memiliki cabang di beberapa kota. Tokoh utama dibalik pendirian tafwirul afkar adalah, KH Abdul Wahab Hasbullah (tokoh muda pengasuh PP. Bahrul Ulum Tambakberas), yang juga murid hadratus Syaikh. Kelompok ini lahir sebagai bentuk kepedulian para ulama terhadap tantangan zaman di kala itu, baik dalam masalah keagamaan, pendidikan, sosial, dan politik.

Pada masa itu, Raja Saudi Arabia, Ibnu Saud, berencana menjadikan madzhab Salafi-Wahabi sebagai madzhab resmi Negara. Dia juga berencana menghancurkan semua peninggalan sejarah Islam yang selama ini banyak diziarahi kaum Muslimin, karena dianggap bid’ah.

Di Indonesia, rencana tersebut mendapat sambutan hangat kalangan modernis seperti Muhammadiyah di bawah pimpinan Ahmad Dahlan, maupun PSII di bahwah pimpinan H.O.S. Tjokroaminoto. Sebaliknya, kalangan pesantren yang menghormati keberagaman, menolak dengan alasan itu adalah pembatasan madzhab dan penghancuran warisan peradaban itu. Akibatnya, kalangan pesantren dikeluarkan dari keanggotaan Kongres Al Islam serta tidak dilibatkan sebagai delegasi dalam Mu’tamar ‘Alam Islami (Kongres Islam Internasional) di Mekah, yang akan mengesahkan keputusan tersebut.

Didorong oleh semangat untuk menciptakan kebebasan bermadzhab serta rasa kepedulian terhadap pelestarian warisan peradaban, maka Kyai Hasyim bersama para pengasuh pesantren lainnya, membuat delegasi yang dinamai Komite Hijaz. Komite yang diketuai KH Abdul Wahab Hasbullah ini datang ke Saudi Arabia dan meminta Raja Ibnu Saud untuk mengurungkan niatnya. Pada saat yang hampir bersamaan, datang pula tantangan dari berbagai penjuru dunia atas rencana Ibnu Saud, sehingga rencana tersebut digagalkan. Hasilnya, hingga saat ini umat Islam bebas melaksanakan ibadah di Mekah sesuai dengan madzhab masing-masing. Itulah peran internasional kalangan pesantren pertama, yang berhasil memperjuangkan kebebasan bermadzhab dan berhasil menyelamatkan peninggalan sejarah serta peradaban yang sangat berharga.
Mendirikan Nahdlatul Ulama

Tahun 1924, kelompok diskusi Taswirul Afkar ingin mengembangkan sayapnya dengan mendirikan sebuah organisasi yang ruang lingkupnya lebih besar. Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari yang dimintai persetujuannya, meminta waktu untuk mengerjakan salat istikharah, menohon petunjuk dari Allah.

Dinanti-nanti sekian lama, petunjuk itu belum datang juga. Kyai Hasyim sangat gelisah. Dalam hati kecilnya ingin berjumpa dengan gurunya, KH Kholil bin Abdul Latif, Bangkalan.

Sementara nun jauh di Bangkalan sana, Kyai Khalil telah mengetahui apa yang dialami Kyai Hasyim. Kyai Kholil lalu mengutus salah satu orang santrinya yang bernama As’ad Syamsul Arifin (kelak KH R As’ad Syamsul Arifin menjadi pengasuh PP Salafiyah Syafiiyah Situbondo), untuk menyampaikan sebuah tasbih kepada Kyai Hasyim di Tebuireng. Pemuda As’ad juga dipesani agar setiba di Tebuireng membacakan surat Thaha ayat 23 kepada Kyai Hasyim.

Ketika Kyai Hasyim menerima kedatangan As’ad, dan mendengar ayat tersebut, hatinya langsung bergentar. ”Keinginanku untuk membentuk jamiyah agaknya akan tercapai,” ujarnya lirih sambil meneteskan airmata.

Waktu terus berjalan, akan tetapi pendirian organisasi itu belum juga terealisasi. Agaknya Kyai Hasyim masih menunggu kemantapan hati.

Satu tahun kemudian (1925), pemuda As’ad kembali datang menemui Hadratus Syaikh. ”Kyai, saya diutus oleh Kyai Kholil untuk menyampaikan tasbih ini,” ujar pemuda Asad sambil menunjukkan tasbih yang dikalungkan Kyai Kholil di lehernya. Tangan As’ad belum pernah menyentuh tasbih sersebut, meskipun perjalanan antara Bangkalan menuju Tebuireng sangatlah jauh dan banyak rintangan. Bahkan ia rela tidak mandi selama dalam perjalanan, sebab khawatir tangannya menyentuh tasbih. Ia memiliki prinsip, ”kalung ini yang menaruh adalah Kyai, maka yang boleh melepasnya juga harus Kyai”. Inilah salah satu sikap ketaatan santri kepada sang guru.

”Kyai Kholil juga meminta untuk mengamalkan wirid Ya Jabbar, Ya Qahhar setiap waktu,” tambah As’ad.

Kehadiran As’ad yang kedua ini membuat hati Kyai Hasyim semakin mantap. Hadratus Syaikh menangkap isyarat bahwa gurunya tidak keberatan jika ia bersama kawan-kawannya mendirikan organisai/jam’iyah. Inilah jawaban yang dinanti-nantinya melalui salat istikharah.

Sayangnya, sebelum keinginan itu terwujud, Kyai Kholil sudah meninggal dunia terlebih dahulu.

Pada tanggal 16 Rajab 1344 H/31 Januari 1926M, organisasi tersebut secara resmi didirikan, dengan nama Nahdhatul Ulama’, yang artinya kebangkitan ulama. Kyai Hasyim dipercaya sebagai Rais Akbar pertama. Kelak, jam’iyah ini menjadi organisasi dengan anggota terbesar di Indonesia, bahkan di Asia.

Sebagaimana diketahui, saat itu (bahkan hingga kini) dalam dunia Islam terdapat pertentangan faham, antara faham pembaharuan yang dilancarkan Muhammad Abduh dari Mesir dengan faham bermadzhab yang menerima praktek tarekat. Ide reformasi Muhammad Abduh antara lain bertujuan memurnikan kembali ajaran Islam dari pengaruh dan praktek keagamaan yang bukan berasal dari Islam, mereformasi pendidikan Islam di tingkat universitas, dan mengkaji serta merumuskan kembali doktrin Islam untuk disesuaikan dengan kebutuhan kehidupan modern. Dengan ini Abduh melancarakan ide agar umat Islam terlepas dari pola pemikiran madzhab dan meninggalkan segala bentuk praktek tarekat.

Semangat Abduh juga mempengaruhi masyarakat Indonesia, kebanyakan di kawasan Sumatera yang dibawa oleh para mahasiswa yang belajar di Mekkah. Sedangkan di Jawa dipelopori oleh KH. Ahmad Dahlan melalui organisasi Muhammadiyah (berdiri tahun 1912).

Kyai Hasyim pada prinsipnya menerima ide Muhammad Abduh untuk membangkitkan kembali ajaran Islam, akan tetapi menolak melepaskan diri dari keterikatan madzhab. Sebab dalam pandangannya, umat Islam sangat sulit memahami maksud Al Quran atau Hadits tanpa mempelajari kitab-kitab para ulama madzhab. Pemikiran yang tegas dari Kyai Hasyim ini memperoleh dukungan para Kyai di seluruh tanah Jawa dan Madura. Kyai Hasyim yang saat itu menjadi ”kiblat” para Kyai, berhasil menyatukan mereka melalui pendirian Nahdlatul Ulama’ ini.

Pada saat pendirian organisasi pergerakan kebangsaan membentuk Majelis Islam ‘Ala Indonesia (MIAI), Kyai Hasyim dengan putranya KH Wahid Hasyim, diangkat sebagai pimpinannya (periode tahun 1937-1942).
Mendirikan Pesantren Tebuireng

Tahun 1899, Kyai Hasyim membeli sebidang tanah dari seorang dalang di Dukuh Tebuireng. Letaknya kira-kira 200 meter sebelah Barat Pabrik Gula Cukir, pabrik yang telah berdiri sejak tahun 1870. Dukuh Tebuireng terletak di arah timur Desa Keras, kurang lebih 1 km. Di sana beliau membangun sebuah bangunan yang terbuat dari bambu (Jawa: tratak) sebagai tempat tinggal.

Dari tratak kecil inilah embrio Pesantren Tebuireng dimulai. Kyai Hasyim mengajar dan salat berjamaah di tratak bagian depan, sedangkan tratak bagian belakang dijadikan tempat tinggal. Saat itu santrinya berjumlah 8 orang, dan tiga bulan kemudian meningkat menjadi 28 orang.

Setelah dua tahun membangun pesantren Tebuireng, Jombang, Kyai Hasyim kembali harus kehilangan istri tercintanya, Nyai Khodijah. Saat itu perjuangan mereka sudah menampakkan hasil yang menggembirakan.

Kyai Hasyim kemudian menikah kembali dengan Nyai Nafiqoh, putri Kyai Ilyas, pengasuh Pesantren Sewulan Madiun. Dari pernikahan ini Kyai Hasyim dikaruniai 10 anak, yaitu: (1) Hannah, (2) Khoiriyah, (3) Aisyah, (4) Azzah, (5) Abdul Wahid, (6) Abdul Hakim (Abdul Kholik), (7) Abdul Karim, (8) Ubaidillah, (9) Mashuroh, (10) Muhammad Yusuf.

Pada akhir dekade 1920an, Nyai Nafiqoh wafat sehingga Kyai Hasyim menikah kembali dengan Nyai Masruroh, putri Kyai Hasan, pengasuh Pondok Pesantren Kapurejo, Pagu, Kediri. Dari pernikahan ini, Kyai Hasyim dikarunia 4 orang putra-putri, yaitu: (1) Abdul Qodir, (2) Fatimah, (3) Khotijah, (4) Muhammad Ya’kub.

Jasa Bagi Indonesia
(Resolusi Jihad)

Peran Beliau dalam Kemerdekaan Indonesia

Perjuangan dan Penjajahan Karena pengaruhnya yang demikian kuat itu, keberadaan Kyai Hasyim menjadi perhatian serius penjajah. Baik Belanda maupun Jepang berusaha untuk merangkulnya. Di antaranya ia pernah dianugerahi bintang jasa pada tahun 1937, tapi ditolaknya. Justru Kyai Hasyim sempat membuat Belanda kelimpungan. Pertama, ia memfatwakan bahwa perang melawan Belanda adalah jihad (perang suci). Belanda kemudian sangat kerepotan, karena perlawanan gigih melawan penjajah muncul di mana-mana. Kedua, Kyai Hasyim juga pernah mengharamkan naik haji memakai kapal Belanda. Fatwa tersebut ditulis dalam bahasa Arab dan disiarkan oleh Kementerian Agama secara luas. Keruan saja, Van der Plas (penguasa Belanda) menjadi bingung. Karena banyak ummat Islam yang telah mendaftarkan diri kemudian mengurungkan niatnya.

Namun sempat juga Kyai Hasyim mencicipi penjara 3 bulan pada l942. Tidak jelas alasan Jepang menangkap Kyai Hasyim. Mungkin, karena sikapnya tidak kooperatif dengan penjajah. Uniknya, saking khidmatnya kepada gurunya, ada beberapa santri minta ikut dipenjarakan bersama Kyainya itu.

Masa awal perjuangan Kyai Hasyim di Tebuireng bersamaan dengan semakin represifnya perlakuan penjajah Belanda terhadap rakyat Indonesia. Pasukan Kompeni ini tidak segan-segan membunuh penduduk yang dianggap menentang undang-undang penjajah. Pesantren Tebuireng, Jombang pun tak luput dari sasaran represif Belanda.

Pada tahun 1913 M., intel Belanda mengirim seorang pencuri untuk membuat keonaran di Tebuireng. Namun dia tertangkap dan dihajar beramai-ramai oleh santri hingga tewas. Peristiwa ini dimanfaatkan oleh Belanda untuk menangkap Kyai Hasyim dengan tuduhan pembunuhan.

Dalam pemeriksaan, Kyai Hasyim yang sangat piawai dengan hukum-hukum Belanda, mampu menepis semua tuduhan tersebut dengan taktis. Akhirnya beliau dilepaskan dari jeratan hukum.

Belum puas dengan cara adu domba, Belanda kemudian mengirimkan beberapa kompi pasukan untuk memporak-porandakan pesantren yang baru berdiri 10-an tahun itu. Akibatnya, hampir seluruh bangunan pesantren porak-poranda, dan kitab-kitab dihancurkan serta dibakar. Perlakuan represif Belanda ini terus berlangsung hingga masa-masa revolusi fisik Tahun 1940an.

Pada bulan Maret 1942, Pemerintah Hindia Belanda menyerah kepada Jepang di Kalijati, dekat Bandung, sehingga secara de facto dan de jure, kekuasaan Indonesia berpindah tangan ke tentara Jepang. Pendudukan Dai Nippon menandai datangnya masa baru bagi kalangan Islam. Berbeda dengan Belanda yang represif kepada Islam, Jepang menggabungkan antara kebijakan represi dan kooptasi, sebagai upaya untuk memperoleh dukungan para pemimpin Muslim.

Salah satu perlakuan represif Jepang adalah penahanan terhadap Hadratus Syaikh beserta sejumlah putera dan kerabatnya. Ini dilakukan karena Kyai Hasyim menolak melakukan seikerei. Yaitu kewajiban berbaris dan membungkukkan badan ke arah Tokyo setiap pukul 07.00 pagi, sebagai simbol penghormatan kepada Kaisar Hirohito dan ketaatan kepada Dewa Matahari (Amaterasu Omikami). Aktivitas ini juga wajib dilakukan oleh seluruh warga di wilayah pendudukan Jepang, setiap kali berpapasan atau melintas di depan tentara Jepang.

Kyai Hasyim menolak aturan tersebut. Sebab hanya Allah lah yang wajib disembah, bukan manusia. Akibatnya, Kyai Hasyim ditangkap dan ditahan secara berpindah–pindah, mulai dari penjara Jombang, kemudian Mojokerto, dan akhirnya ke penjara Bubutan, Surabaya. Karena kesetiaan dan keyakinan bahwa Hadratus Syaikh berada di pihak yang benar, sejumlah santri Tebuireng minta ikut ditahan. Selama dalam tahanan, Kyai Hasyim mengalami banyak penyiksaan fisik sehingga salah satu jari tangannya menjadi patah tak dapat digerakkan.

Setelah penahanan Hadratus Syaikh, segenap kegiatan belajar-mengajar di Pesantren Tebuireng, Jombang vakum total. Penahanan itu juga mengakibatkan keluarga Hadratus Syaikh tercerai berai. Isteri Kyai Hasyim, Nyai Masruroh, harus mengungsi ke Pesantren Denanyar, barat Kota Jombang.

Tanggal 18 Agustus 1942, setelah 4 bulan dipenjara, Kyai Hasyim dibebaskan oleh Jepang karena banyaknya protes dari para Kyai dan santri. Selain itu, pembebasan Kyai Hasyim juga berkat usaha dari KH Wahid Hasyim dan KH Abdul Wahab Hasbullah dalam menghubungi pembesar-pembesar Jepang, terutama Saikoo Sikikan di Jakarta.

Tanggal 22 Oktober 1945, ketika tentara NICA (Netherland Indian Civil Administration) yang dibentuk oleh pemerintah Belanda membonceng pasukan Sekutu yang dipimpin Inggris, berusaha melakukan agresi ke tanah Jawa (Surabaya) dengan alasan mengurus tawanan Jepang, Kyai Hasyim bersama para ulama menyerukan Resolusi Jihad melawan pasukan gabungan NICA dan Inggris tersebut. Resolusi Jihad ditandatangani di kantor NU Bubutan, Surabaya. Akibatnya, meletuslah perang rakyat semesta dalam pertempuran 10 November 1945 yang bersejarah itu. Umat Islam yang mendengar Resolusi Jihad itu keluar dari kampung-kampung dengan membawa senjata apa adanya untuk melawan pasukan gabungan NICA dan Inggris. Peristiwa 10 Nopember kemudian diperingati sebagai Hari Pahlawan Nasional.

Pada tanggal 7 Nopember 1945—tiga hari sebelum meletusnya perang 10 Nopember 1945 di Surabaya—umat Islam membentuk partai politik bernama Majelis Syuro Muslim Indonesia (Masyumi). Pembentukan Masyumi merupakan salah satu langkah konsolidasi umat Islam dari berbagai faham. Kyai Hasyim diangkat sebagai Ro’is ‘Am (Ketua Umum) pertama periode tahun 1945-1947.

Selama masa perjuangan mengusir penjajah, Kyai Hasyim dikenal sebagai penganjur, penasehat, sekaligus jenderal dalam gerakan laskar-laskar perjuangan seperti GPII, Hizbullah, Sabilillah, dan gerakan Mujahidin. Bahkan Jenderal Soedirman dan Bung Tomo senantiasa meminta petunjuk kepada Kyai Hasyim.

Kisah Teladan Beliau

Kesan Akhlak dan Kecerdasan:

Pernah terjadi dialog yang mengesankan antara dua ulama besar, KH Muhammad Hasyim Asy’ari dengan KH Cholil Bangkalan, gurunya. “Dulu saya memang mengajar Tuan. Tapi hari ini, saya nyatakan bahwa saya adalah murid Tuan,” kata Mbah Cholil, begitu Kyai dari Madura ini populer dipanggil.

Kyai Hasyim menjawab, “Sungguh saya tidak menduga kalau Tuan Guru akan mengucapkan kata-kata yang demikian. Tidakkah Tuan Guru salah raba berguru pada saya, seorang murid Tuan sendiri, murid Tuan Guru dulu, dan juga sekarang. Bahkan, akan tetap menjadi murid Tuan Guru selama-lamanya.”

Tanpa merasa tersanjung, Mbah Cholil tetap bersikeras dengan niatnya. “Keputusan dan kepastian hati kami sudah tetap, tiada dapat ditawar dan diubah lagi, bahwa kami akan turut belajar di sini, menampung ilmu-ilmu Tuan, dan berguru kepada Tuan,” katanya. Karena sudah hafal dengan watak gurunya, Kyai Hasyim tidak bisa berbuat lain selain menerimanya sebagai santri.

Lucunya, ketika turun dari masjid usai shalat berjamaah, keduanya cepat-cepat menuju tempat sandal, bahkan kadang saling mendahului, karena hendak memasangkan ke kaki gurunya.

Sesungguhnya bisa saja terjadi seorang murid akhirnya lebih pintar ketimbang gurunya. Dan itu banyak terjadi. Namun yang ditunjukkan Kyai Hasyim juga KH Cholil Bangkalan adalah kemuliaan akhlak. Keduanya menunjukkan kerendahan hati dan saling menghormati, dua hal yang sekarang semakin sulit ditemukan pada para murid dan guru-guru kita.

Mbah Cholil adalah Kyai yang sangat termasyhur pada jamannya. Hampir semua pendiri NU dan tokoh-tokoh penting NU generasi awal pernah berguru kepada pengasuh sekaligus pemimpin Pesantren Kademangan, Bangkalan, Madura, ini.

Sedangkan Kyai Hasyim sendiri tak kalah cemerlangnya. Bukan saja ia pendiri sekaligus pemimpin tertinggi NU, yang punya pengaruh sangat kuat kepada kalangan ulama, tapi juga lantaran ketinggian ilmunya. Terutama, terkenal mumpuni dalam ilmu Hadits. Setiap Ramadhan Kyai Hasyim punya ‘tradisi’ menggelar kajian hadits Bukhari dan Muslim selama sebulan suntuk. Kajian itu mampu menyedot perhatian ummat Islam.

Maka tak heran bila pesertanya datang dari berbagai daerah di Indonesia, termasuk mantan gurunya sendiri, KH Cholil Bangkalan. Ribuan santri menimba ilmu kepada Kyai Hasyim. Setelah lulus dari Tebuireng, tak sedikit di antara santri Kyai Hasyim kemudian tampil sebagai tokoh dan ulama kondang dan berpengaruh luas. KH Abdul Wahab Hasbullah, KH Bisri Syansuri, KH R As’ad Syamsul Arifin, KH Wahid Hasyim (anaknya) dan KH Achmad Shiddiq adalah beberapa ulama terkenal yang pernah menjadi santri Kyai Hasyim.

Tak pelak lagi pada abad 20 Tebuireng merupakan pesantren paling besar dan paling penting di Jawa. Zamakhsyari Dhofier, penulis buku ‘Tradisi Pesantren’, mencatat bahwa pesantren Tebuireng adalah sumber ulama dan pemimpin lembaga-lembaga pesantren di seluruh Jawa dan Madura. Tak heran bila para pengikutnya kemudian memberi gelar Hadratus-Syaikh (Tuan Guru Besar) kepada Kyai Hasyim.

Mengambil Cincin Gurunya dari Lubang WC

Salah satu rahasia seorang murid bisa berhasil mendapatkan ilmu dari gurunya adalah taat dan hormat kepada gurunya. Guru ada lah orang yang punya ilmu. Sedangkan murid adalah orang yang mendapatkan ilmu dari sang guru. Seorang murid harus berbakti kepada gurunya. Dia tidak boleh membantah apalagi menentang perintah sang guru (kecuali jika gurunya mengajarkan ajaran yang tercela dan bertentangan dengan syariat Islam maka sang murid wajib tidak menurutinya). Kalau titah guru baii, murid tidak boleh membantahnya.

Inilah yang dilakukan Kyai Hasyim Asy’ari (Pendiri Nahdlatul ‘Ulama). Beliau nyantri kepada KH Cholil Bangkalan, Bangkalan. Di pondok milik Kyai Kholil, Kyai Hasyim dididik akhlaknya. Saban hari, Kyai Hasyim disuruh gurunya angon (merawat) sapi dan kambing. Kyai Hasyim disuruh membersihkan kandang dan mencari rumput. Ilmu yang diberikan Kyai Kholil kepada muridnya itu memang bukan ilmu teoretis, melainkan ilmu pragmatis. Langsung penerapan.

Sebagai murid, Kyai Hasyim tidak pernah ngersulo (mengeluh) disuruh gurunya angon sapi dan kambing. Beliau terima titah gurunya itu sebagai khidmat (penghormatan) kepada guru. Beliau sadar bahwa ilmu dari gunya akan berhasil diperoleh apabila sang guru ridlo kepada muridnya. Inilah yang dicari Kyai Hasyim, yakni keridoan guru. Beliau tidak hanya berhadap ilmu teoretis dari Kyai Kholil tapi lebih dari itu, yang diinginkan adalah berkah dari KH Cholil Bangkalan.

Kalau anak santri sekarang dimodel seperti ini, mungkin tidak tahan dan langsung keluar dari pondok. Anak santri sekarang kan lebih mengutamakan mencari ilmu teoretis. Mencari ilmu fikih, ilmu hadits, ilmu nahwu shorof, dan sebagainya. Sementara ilmu “akhlak” terapannya malah kurang diperhatikan.

Suatu hari, seperti biasa Kyai Hasyim setelah memasukkan sapi dan kambing ke kandangnya, Kyai Hasyim langsung mandi dan sholat Ashar. Sebelum sempat mandi, Kyai Hasyim melihat gurunya, Kyai Kholil termenung sendiri. Seperti ada sesuatu yang mengganjal di hati sang guru. Maka diberanikanlah oleh Kyai Hasyim untuk bertanya kepada Kyai Kholil.

“Ada apa gerangan wahai guru kok kelihatan sedih,” tanya Kyai Hasyim kepada KH Cholil Bangkalan.

” Bagaimana tidak sedih, wahai muridku. Cincin pemberian istriku jatuh di kamar mandi. Lalu masuk ke lubang pembuangan akhir (septictank),” jawab Kyai Kholil dengan nada sedih.

Mendengar jawaban sang guru, Kyai Hasyim segera meminta ijin untuk membantu mencarikan cincin yang jatuh itu dan diijini. Langsung saja Kyai Hasyim masuk ke kamar mandi dan membongkar septictank (kakus). Bisa dibayangkan, namanya kakus dalamnya bagaimana dan isinya apa saja. Namun Kyai Hasyim karena hormat dan sayangnya kepada guru tidak pikir panjang. Beliau langsung masuk ke septictank itu dan dikeluarkan isinya. Setelah dikuras seluruhnya, dan badan Kyai Hasyim penuh dengan kotoran, akhirnya cincin milik gurunya berhasil ditemukan.

Betapa riangnya sang guru melihat muridnya telah berhasil mencarikan cincinnya itu. Sampai terucap doa: “Aku ridho padamu wahai Hasyim, Kudoakan dengan pengabdianmu dan ketulusanmu, derajatmu ditinggikan. Engkau akan menjadi orang besar, tokoh panutan, dan semua orang cinta padamu”.

Demikianlah doa yang keluar dari KH Cholil Bangkalan. Karena yang berdoa seorang wali, ya mustajab. Tiada yang memungkiri bahwa di kemudian hari, Kyai Hasyim menjadi ulama besar. Mengapa bisa begitu? Disamping karena Kyai Hasyim adalah pribadi pilihan, beliau mendapat “berkah” dari gurunya karena gurunya ridho kepadanya.

read more

Terpopuler

Biografi Singkat Abuya Nurhasanuddin bin Abdul Latif Pengasuh Pondok Pesantren Darussa'adah Malang

Biografi Singkat Abuya Nurhasanuddin bin Abdul Latif Pengasuh Pondok Pesantren Darussa'adah Malang Abuya Nurhasanuddin lahi...
read

Lafadz HINDUN ( هِنْدٌ ) Termasuk pada Isim Munshorif apa Isim Ghoiru Munshorif ??

Pertanyaan: Lafadz  هندٌ  itu termasuk isim  munshorif atau isim  ghoiru  munshorif , jika termasuk isim ghoiru munshorif mengapa dit...
read

Download ebook Kunuzussa'adah pdf | Ma'had Darussa'adah Al-Islamy

     Assalamu'alaikum Wr.  Wb.      Para cendekia sekalian pada kali ini kami akan berbagi file dokumen Kunuzussa'adah   (pdf)...
read

Alfiyah Ibnu Malik (Keutamaan dan Ringkas Nadhomnya)

Masih di dalam BAB MUQODDIMAH Alfiyah Ibnu Malik,  Bismillahirrohmanirrohim, Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh. Alfiyah ...
read

Penjelasan ringkas syair - عَرَفْتُ الشَّرَّ لَا لِلشَّرِّ | Cendekiawan Santri

sebagian ahli syair menyatakan : عَرَفْتُ الشَّرَّ لاَ لِلشَّرِّ وَلَكِنْ لِتَوْقِيْهِ وَمَنْ لَمْ يَعْرِفِ الْخَيْرَ مِنَ الشَّرِّ ...
read

Find Us Facebook

Design by Desain Profesional