Demi menggapai sebuah impian, kau harus berlari sekuat tenaga agar mimpimu tidak hanya menjadi ilusi semata.
***
Awal - awal bulan juni seperti sekarang ini adalah saat dimana para pelajar bersiap - siap untuk memasuki tahun ajaran baru sekolah , sama halnya dengan seorang gadis remaja yang baru saja pindah dari desa, terlihat sedang sibuk mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan sekolah.
" Nona mau sepatu yang mana? " tamya seorang pelayan toko dengan ramahnya.
" Aku mau yang ini saja ! "katanya menujuk sepatu casual warna putih .
" Apakah mau saya pakaikan kepada nona ? " petugas toko itu menawarkan pelayanan.
" Tidak perlu, ini sudah pas dengan ukuran saya " kata gadis cantik tersebut.
" Baiklah , tunggu di kasir , nona ! "
" Baik , terimah kasih. "
Dia bernama Adeeva Afsheen Alaric memiliki darah blasteran Jerman - Indonesia, seorang anak dari keluarga yang masuk dalam kategori orang - orang terpandang. Terlahir dari keluarga yang dikenal harmonis dan jauh dari konflik keluarga, itulah yang terlihat di pandangan semua orang. Tapi siapa yang menyangka, semuanya tak sama dengan kenyataan. Bahwa, penglihatan seseorang kadang salah menilai.
" Adev, ayah mau bicara dengan kamu ! " kata seorang lelaki berkepala tiga .
" Iya , ayah ! " Adeva menurut dan duduk.
" Sekarang sudah waktunya, kamu kembali bersama ayah ! bukankah, kamu sudah tahu perjanjian ayah dengan mendiang ibumu ? " tanyanya pada Adeva
" Iya , Adev tahu itu ! " menjawabnya dengan singkat.
" Kau harus tinggal bersamaku, biar beban nenekmu tak begitu berat mengurusi dua cucu, kamu dan adikmu ! " ucapnya sambil meneggak kopi hitam.
" Baiklah, aku mengerti maksud ayah, kalu begitu aku permisi, " kata Adeva .
" Mulai dari dulu ayah tak pernah berubah, selalu menghendakkan kemauannya kepada orang lain " kata Adeva seraya menutup pintu.
Keluarga Alaric sesungguhnya tak sama seperti apa yang orang lihat , suasana keluarga Alaric ibarat bunga yang kekurangan cahaya matahari , hidup tapi tak begitu bernyawa.
Ayah dan ibunya Adeva telah bercerai ketika dia berumur lima tahun, ayah Adeva menikah lagi dengan seorang janda muda.
" Iya, nek , aku baik baik saja ! baiklah , wa'alaikumsalam. " .
" Kadang hati ini tak terima akan semua ini, tapi apadaya diriku, jika..... suratan takdir telah berkata seperti ini ! " Adeva terisak - isak dalam tangisan .
Ya, seperti itulah hidup. Kadangkala kau merasa hidup ini di penuhi dengan kebahagiaan, terkadang penuh dengan kesedihan. Tapi, ingatlah selagi kau bisa bersyukur dan berprasangka baik. Insyaallah, Allah akan selalu melimpahkan nikmat dan anugerahnya tanpa kita duga.
" Adev, ayo turun ke bawah! mama sudah siapkan teh kesukaanmu! " panggil seseorang .
" Baik ma.....! Adev akan segera turun ! " jawab Adeva yang baru selesai sholat isya'.
Adeva memiliki seorang ibu tiri yang sangat baik, dia bernama Sarah. Pertama kali Adeva bertemu dengan ibu tirinya, Adeva selalu berfikir bahwa semua ibu tiri itu jahat, pada saat itu ia masih berumur sepuluh tahun dan pemikirannya begitu labil. Tak disangka ibu tirinya sangat baik, lemah lembut dan penuh kasih sayang. Dia menganggap Adeva seperti anaknya sendiri. Sampai sekarang beliau masih belum di anugerahi seorang anak.
" Malam ma.....! " sapa Adeva setelah turun dari tangga.
" Malam.... ! " balas mama Sarah.
" Ini teh blackcurrannya , teh kesukaanmu sayang...." kata mama Sarah seraya menyodorkan secangkir teh .
" Terimah kasih " kata Adeva lalu menegguk teh tersebut.
" Memangnya ayah tidak mau ikut ngumpul, ma ? " tanya Adeva pada mama Sarah yang sedang membaca majalah.
" Tidak, ayahmu tidak akan ikut ngumpul, dia selalu sibuk dengan urusan kantornya ! " tutur mama dengan wajah yang sedikit di tekuk " mama, sangat senang, saat aku mendengar kamu mau tinggal disini, serasa bahagia sekali ini hati karena mama takkan kesepian lagi " kata mama Sarah sambil memgelus - elus kepala Adeva.
" Iya, ma... " kata Adeva yang memeluk mama Sarah " aku tau dengan jelas apa yang dirasakan mama sekarang, " kata Adeva dalam hati.
Tak ada gunanya harta dan kemewahan , walaupun hidup serba berkecukupan tapi haus kasih sayang , semua akan terasa hambar. Dengan adanya harta, hidup manusia akan lebih baik, tapi tak semua kebaikan hidup bisa didapat dengan harta.