Uugghhh!!! berkali-kali Adeva menggeliat dibalik selimut tebal yang membungkus sekujur tubunya dengan rapi. Entah mengapa dinginnya suhu udara di pagi hari ini terasa sangat mencekam baginya. Mungkin dikarenakan hujan yang turun secara tiba-tiba selama semalaman atau memang badannya Adeva sendiri yang sudah tidak fit lagi. Berulang kali Adeva mengerjapkan matanya dengan sekuat tenaga. Namun, tetap saja matanya tidak bisa terbuka lebar-lebar.
" Ya Allah! kepalaku pusing sekali! " seru Adeva memijat-mijat kepalanya yang terasa berputar-putar seperti baling-baling bambu.
Setelah Adeva merasakan sakit kepalanya mulai memudar, ia pun mencoba beranjak dari tempat tidurnya dengan hati-hati dan menuju ke kamar mandi untuk bersiap-siap pergi ke kampus.
**
" Nona, sudah bangun? " sapa bik Inah ketika melihat Adeva menuruni tangga.
" Iya bik, oh iya, mama sama ayah kemana bik? tumben jam segini meja makan masih kosong?"
" Anu... non, tuan sama nyonya sudah pergi lagi tadi shubuh, katanya ada urusan kerjaan mendadak di Yogyakarta! " mendengar penjelasan dari bik Inah wajahnya Adeva langsung datar seketika.
" Mau makan roti panggangnya, non? " tanya bik Inah mencari topik pembicaraan ketika melihat perubahan eksperesi Adeva yang sudah tidak bersahabat lagi.
Adeva hanya merespon dengan anggukan.
Selama perjalanan menuju kampus, Adeva hanya termerenung sambil memandangi foto keluarga kecilnya di desa. Ia sudah lelah untuk menangis, hatinya sudah terlanjur mengeras seperti batu. Menurutnya menangis hanya karena mewratapi keaadan itu hanya dilakukan oleh orang-orang yang lemah.
" Non, sudah sampai! " ucapan pak Darto menyadarkan Adeva dari lamunannya.
" Oh, iya pak ! "
" Nanti di jemput jam berapa non? " tanya pak Darto sebeluam Adeva keluar dari mobil.
" Seperti biasanya itu pak! "
" Oh, baiklah non. "
Setelah Adeva turun dari mobil, ia cepat-cepat bergegas menuju ke kelasnya. Karena, handphonenya terus-menerus bergetar mendapatkan pesan dari Nabila yang telah menunggu dirinya di kelas. Belum sempat kakinya melangkah masuk kedalam kelas, tiba-tiba tubuhnya langsung mabruk ke lantai. Membuat semua mahasiswa yang berada di luar kelas menjadi riuh seketika.
" Adeva, Adeva, Bangun Adeva, " suara terakhir yang ia dengar sebelum kesadarannya hilang sepenuhnya.
5 menit kemudian.
" Hhmmzzz! " Adeva bergumam.
" Adeva, kamu sudah sadar?! " ucap Nabila yang sedari tadi mencemaskan kondisi sahabatnya tersebut.
" Ugh...! aku kenapa? " tanya Adeva bingung.
" Kamu tiba-tiba pingsan tadi di depan kelas! " kata Nabila sambil menyodorkan segelas air putih " Mendingan aku antar kamu pulang, biar kamu bisa istirahat dengan tenang di rumah! " imbuh Nabila memberi saran pada Adeva.
" Gak usah, Bil, lagian aku udah gak apa-apa kok! "
" Apanya yang gak apa-apa! wajah kamu pucat kayak gini! pokoknya tidak bisa, aku tetep antar kamu pulang, TITIK! "
" Benar kata Nabila, kamu itu harus istirahat di rumah, badan udah lemah begitu masih aja gak mau pulang! kalau kamu gak pulang yang ada kamu malah nyusahin yang lain! " Tambah Fairel yang baru memasuki ruangan kesehatan dengan nada dingin.
" Baiklah! "
Benar yang dikatakan Fairel, dengan kondisi tubuhnya seperti sekarang ini lebih baik istirahat di rumah saja daripada nantinya malah menyusahkan orang lain.