Home
» Info & Berita Islam
» Kehidupan Rakyat ada di tangan Pemimpinnya
Kehidupan Rakyat ada di tangan Pemimpinnya
Seorang penguasa, pemimpin, raja memiliki hak untuk membuat peraturan, entah itu menguntungkan rakyatnya atau malah membuntungkan (menyengsarakan) rakyatnya sesuai sifat dari si pemimpin itu. Rakyat akan mendapatkan imbasnya jika mendapatkan seorang pemimpin yang dzalim dan kejam yang malah menindas rakyatnya sedangkan sang pemimpin sendiri menikmatinya. Dari zaman dahulu ada banyak cerita tentang seorang raja yang baik hati sampai raja yang biadab serta dzalim.
Pada zaman sebelum diutusnya rasulullah SAW, seorang Kisra (raja) Persia yang adil bijaksana melakukan perburuan di suatu hutan yang lebat. Di tengah serunya mengejar hewan buruannya, sang Raja Kisra terpisah dari pasukannya sedangkan hujan akan turun waktu itu. Pada saat itu, Ia tidak memakai baju kebesarannya yang biasa ia pakai di kerajaan. Ia berjalan sampai menemukan sebuah rumah gubug sederhana. Akhirnya tanpa malu-malu ia minta ijin untuk berteduh kepada penghuni gubug itu, seorang wanita tua dan anak gadisnya. Mereka langsung mengijinkan orang asing itu tanpa mengenal bahwasannya orang itu adalah rajanya sendiri.
Seorang wanita tua itu ternyata menggembala seekor sapi yang biasa digunakan untuk diperah. Pada waktu itu, si gadis anaknya memerah susu sapi dan mendapatkan hasil yang yang banyak sekali. Setelah itu, ia langsung menyuguhkan susu itu kepada tamunya. Sang Raja waktu itu melihat semua kejadian itu. Kemudian ia minum dan merasakan keskesegaran susu sapi itu. Melihat hal itu, terbesit keinginan dalam hati Raja untuk membuat peraturan pemungutan cukai (pajak) bagi pemilik sapi. Hal itu akan menjadi sumber pemasukan yang lumayan besar bagi kerajaan.
Ketika akan menjelang malam, si gadis memerah susu sapi seperti biasanya, tapi ia tidak memperoleh setetespun dari air susu, maka kemudian ia berseru, “Wahai ibu, raja sepertinya memiliki keinginan buruk dan niat jahat terhadap rakyatnya!!”
Ibunya berkata, “Mengapa engkau ngomong seperti itu??”
Si gadis menjawab, “Karena sapi ini tidak mengeluarkan susunya walaupun hanya setetes!!”
Si ibu pun membalas, “Sabarlah!! ini masih malam, mungkin nanti menjelang subuh cobalah lagi untuk memerahnya, mungkin nanti keluar!!”
Sang raja yang sedang beristirahat di atas tumpukan jerami itu dengan sangat jelas mendengar pembicaraan ibu dan anak tersebut. Ia bergumam pada dirinya sendiri, “Begitu besarkah pengaruhnya dari apa yang aku putuskan??”
Ia berkutat dengan pikirannya sendiri, dan akhirnya membatalkan keinginannya untuk mengambil pajak (cukai) bagi pemilik sapi yang kehidupan mereka umumnya sangat sederhana.
Menjelang subuh, si gadis mencoba memerah susu sapinya lagi, dan ia mendapatkan hasil yang banyak seperti sebelumnya. Maka iapun berkata pada ibunya, “Wahai ibu, sepertinya niat jahat sang raja telah hilang, sapi ini telah mengeluarkan susunya lagi!!”
Si ibu bersyukur, begitu juga dengan sang raja yang ikut mendengarnya. Ketika hari telah terang, sang raja berpamitan dan tidak lupa mengucapkan terima kasih tetapi tetap tidak memberi tahu siapa jati dirinya. Selang beberapa saat, datanglah serombongan pasukan yang membawa ibu dan gadis penghuni gubug sederhana itu ke kerajaan. Mereka diperlakukan dengan baik dan penuh penghormatan.
Ketika mereka dihadapkan kepada sang Raja, barulah mereka sadar kalau tamunya semalam adalah penguasa yang sempat ‘dirasani’nya (dibicarakan, dighibah). Mereka berdua meminta maaf karena merasa bersalah tetapi raja yang bijaksana itu berkata, “Tidak mengapa, tetapi bagaimana kalian bisa mengetahui hal itu??”
Si ibu berkata, “Kami telah tinggal puluhan tahun lamanya di tengah hutan itu. Jika raja yang memimpin berlaku adil dan baik, maka bumi kami ini akan subur, kehidupan kami luas dan lapang, serta ternak kami banyak menghasilkan perahan susu. Tetapi jika raja yang memimpin kami berlaku kejam dan buruk, maka bumi kami ini kering, tanah dan ternak-ternak kami tidak menghasilkan apa-apa, sehingga kehidupan kami menjadi sempit!!”
Dari kisah ini, kita tahu bahwa pemimpin akan menuntun kehidupan rakyatnya. Jika baik pemimpinnya kehidupan rakyat pun baik pula, begitu juga sebaliknya. Maka, “Wahai para pemimpin jadilah engkau pemimpin yang baik kepada rakyatnya, yang memerhatikan rakyatnya, karena dirimu akan menjadi timbal balik di kehidupan rakyatmu dan akan dipertanggung jawabkan di akhirat nanti”.