Cendekiawan Santri - Mudzakaroh dan Musyawarah serta Bahtsul Masail Seputar Ilmu Syariat Islam

Cendekiawan Santri - Mudzakaroh dan Musyawarah serta Bahtsul Masail Seputar Ilmu Syariat Islam
M E N U
  • HOME
  • BIOGRAFI ULAMA'
  • BAHTSUl MASAIL
  • Info & Berita Islami
  • Kajian
  • _Tajwid
  • _Bahasa Arab
  • _Shorrof
  • _Nahwu
  • _Fiqh
  • _Tasawwuf
  • _Ibroh
  • _Lirik dan Syair
  • Amalan Harian
  • Cerpen & Novel
  • _Cerpen Cerdas
  • _Cerpen Islami
  • _Novel islami
  • _Mimpi di atas Awan
  • _Tanda Titik
  • _Azwidatul Azkiya'
  • Bisnis Online

JADWAL UPDATE ARTIKEL

  • SENIN: Biografi Ulama' (Informasi & Cerita)
  • SELASA: Fiqh & Hadits
  • RABU: Bahasa Arab, Nahwu & Shorrof
  • KAMIS: Al Qur'an (Tajwid)
  • SABTU: Ibroh & Lirik Sya'ir
  • AHAD: Amalan Harian

Home » Penjahat yang diampuni

cerpen islami Ibroh Info & Berita Islam Penjahat yang diampuni

Jangan berputus asa dari rahmat Allah

 


Tidak putus asa dari rahmat Allah. Yap, kita sebagai Hamba Allah tidak sepantasnya untuk berputus asa kepada Allah karena rahmatnya Allah itu jauhhh lebih luas. Sobat cendekiawan,jauh sebelum diutusnya Nabi SAW, pernah ada seseorang yang luar biasanya ‘prestasi’ kejahatannya. Ia telah membunuh sembilan puluh sembilan orang tanpa alasan yang benar. Namun tiba-tiba tergerak di dalam hatinya untuk bertaubat, hanya saja ia bimbang apakah masih ada peluang baginya untuk kembali ke jalan kebaikan. Orang-orang di sekitarnya menyarankan agar ia menemui seorang rahib untuk menanyakan hal itu.


Ketika tiba di tempat kediaman sang rahib, ia menceritakan kegundahan hatinya dan keinginannya untuk bertaubat. 
Ia berkata : “Saya telah membunuh sembilan puluh sembilan orang tanpa alasan yang benar!!”

Sang rahib bertanya : “Apa kesalahanmu itu?”


“Apa??” Seru sang rahib penuh kekagetan, “Membunuh sembilanpuluh sembilan orang? Tidak ada jalan bagimu!! Tempat yang tepat bagimu adalah neraka!!”

Lelaki itu sangat kecewa sekaligus marah. Ia sadar bahwa kesalahannya memang begitu besarnya. Tetapi cara sang rahib menyikapi dan ‘memvonis’ seperti  itu sangat melukai perasaannya. Walau hatinya mulai melembut dengan keinginannya untuk taubat, tetapi jiwa jahatnya belum benar-benar menghilang. Tanpa banyak bicara, ia mengambil pisaunya dan membunuh sang rahib. Akhirnya, genap sudah seratus nyawa tidak bersalah yang melayang di tangannya, tetapi 'panggilan Ilahiah' untuk bertaubat terus mengganggu perasaannya, hanya saja ia tidak tahu harus bagaimana?

Suatu ketika ada orang yang menyarankan untuk menemui seseorang yang alim di suatu tempat, dan ia segera menuju ke sana. Ketika tiba di tempat tinggal sang alim, ia menceritakan jalan hidupnya, termasuk ketika ia menggenapkan pembunuhannya yang ke seratus pada diri sang rahib, dan tentu saja keinginannya untuk bertaubat. 

Sang alim yang bijak itu berkata : “Tentu saja bisa ”

Kemudian ia meneruskan perkataannya : “Tidak ada seorangpun yang bisa menghalangi keinginanmu untuk bertaubat. Tetapi tinggalkanlah tempat tinggalmu itu karena di sana memang kota maksiat. Pergilah ke kota itu (misal; kota A) karena di sana banyak orang yang beribadah kepada Allah. Beribadahlah engkau bersama mereka dan jangan pernah kembali ke kotamu itu. Insyaallah engkau akan memperoleh ampunan Allah dan dimudahkan jalan kepada kebaikan!!”

Lelaki itu segera berangkat ke kota yang dimaksudkan sang alim, tetapi di tengah perjalanan maut menjemputnya. Ia meninggal. Datanglah dua melaikat untuk menjemput jiwa lelaki itu, satu Malaikat rahmat dan satunya Malaikat azab (siksa). Dua malaikat itu bertengkar dan masing-masing merasa berhak untuk membawa jiwa lelaki itu. 

Sang Malaikat rahmat berkata, “Ia telah berjalan kepada Allah dengan sepenuh hatinya!!”


Malaikat azab berkata, “Ia tidak pernah berbuat kebaikan sama sekali, justru kejahatannya yang bertumpuk-tumpuk!!”

Mereka berdua terus beradu argumentasi, sampai akhirnya Allah mengutus malaikat yang ketiga dalam bentuk manusia untuk menjadi ‘hakim’ bagi keduanya. Setelah masing-masing mengajukan pendapatnya,

 Ia (sang malaikat Hakim)berkata : “Ukurlah jarak dua kota itu dari tempat kematiannnya ini, mana yang lebih dekat, maka ia termasuk dalam golongannya!!”


Mereka mengukur jaraknya, dan ternyata kota yang dituju (kota tempat ibadah dan penuh kebaikan) lebih dekat sejengkal daripada kota maksiat yang ditinggalkannya. Maka jiwanya dibawa oleh Malaikat rahmat dan ia memperoleh ampunan Allah.

Dalam riwayat lainnya disebutkan, sebenarnya lelaki itu belum jauh meninggalkan kota maksiat tersebut. Tetapi Allah memang berkehendak untuk mengampuninya, maka dari tempat kematiannya itu, kota kebaikan dan ibadah dipanggil mendekat dan kota maksiat ‘dihalau’ menjauh hingga jarak keduanya hanya selisih sejengkal tangan, lebih dekat kepada kota kebaikan.

Dari kisah ini bisa kita ambil hikmah bahwasannya selama kita memiliki keinginan untuk mendapatkan ampunan Allah dan rahmat Allah pasti dan pasti Allah berikan. Karena jauhhh rahmat dan ampunan Allah itu lebih luas.

Wallahu a'lam. 

read more
cerpen islami Ibroh Manusia mengabaikan manusia tidak peduli Penjahat yang diampuni

Saat manusia tidak peduli


 Sudah menjadi _‘hukum sosial’_ bahwa seseorang yang perbuatannya jelek dan sering menjadi gangguan bagi masyarakat, ia tidak akan dipedulikan lagi oleh lingkungannya ketika ia mengalami kesulitan atau bahkan meninggal. Padahal yang namanya manusia, itu محل الخطاء والنسيان _tempat salah dan lupa_  tidak seluruhnya dan selamanya catatan hidupnya itu hitam kelam bisa jadi ada yang baik dan bermanfaat walau hanya sepele. Tetapi hal yang kecil dan sepele itulah yang kadang mengundang rahmat dan ampunan Allah.


Dikisahkan pernah terjadi di Kota Bashrah, seorang pemabuk yang sangat buruk moralnya meninggal dunia. Istrinya memberitahukan hal itu kepada para tetangganya, tetapi mereka sama sekali tidak mempedulikan dan tidak mau merawatnya. Karena itu ia memanggil empat orang buruh upahan untuk merawat jenazahnya dan kemudian membawanya ke mushalla. Tetapi sesampainya di sana tidak ada seorangpun yang hadir untuk menyalatkannya. Beberapa orang yang mengetahui, hanya melihat dan membiarkannya setelah tahu siapa gerangan jenazah itu. Empat buruh itupun tidak bisa melaksanakan shalat jenazah. Karena tidak tahu harus bagaimana lagi, istrinya itu memerintahkan orang-orang upahan itu untuk membawanya ke pinggiran hutan dan menguburkannya di sana.


Tidak jauh dari hutan tersebut ada sebuah bukit, yang di sana ada seorang yang saleh dan sangat zuhud _menyendiri untuk beribadah kepada Allah_. Ia tidak pernah turun dan berkumpul di masyarakat kecuali untuk shalat Jum’at. Entah bagaimana asal-muasalnya, tiba-tiba orang salah itu turun gunung dan mendatangi jenazah si pemabuk yang tengah digali kuburannya itu, dan ia menyalatkannya. Setelah itu ia duduk menunggu untuk memakamkannya.


Peristiwa turunnya sang saleh dan zahid dari ‘pertapaaanya’ di atas bukit itu menjadi berita menggemparkan bagi masyarakat sekitarnya. Mereka merasa takjub dan keheranan sehingga datang berduyun-duyun ke pinggiran hutan tersebut. Salah satu dari tokoh masyarakat tersebut menghampiri orang saleh tersebut dan berkata, “Wahai Tuan, mengapa engkau menyalatkan jenazah orang ini sedangkan ia orang yang sangat buruk dan banyak sekali berbuat dosa kepada Allah??”


Orang saleh itu berkata, “Aku diperintahkan (tentunya melalui ilham) turun ke tempat ini karena ada jenazah seseorang yang telah diampuni oleh Allah, sedangkan tidak seorangpun di sana kecuali hanya istrinya!!”


Orang-orang jadi keheranan mendengar jawaban tersebut, bertahun-tahun mereka tinggal bersama orang itu dan sama sekali tidak pernah melihat dan mengetahui kebaikan yang dilakukan olehnya.


Sang zahid mengetahui kebingungan masyarakat, karena itu ia memanggil istrinya dan berkata, “Bagaimana sebenarnya keadaan dan perilaku suamimu itu??”


Sang istri berkata, “Seperti yang diketahui banyak orang, sepanjang hari ia hanya sibuk minum-minuman keras (khamr) di kedai-kedai. Pulangnya di malam hari dalam keadaan mabuk dan tidak sadarkan diri. Seringkali ketika ia tersadar di waktu fajar, ia mandi dan wudhu kemudian shalat subuh. Tetapi di pagi harinya ia kembali ke kedai-kedai untuk minum khamr seperti biasanya. Hanya saja di rumah kami tidak pernah kosong dari satu atau dua orang anak yatim, yang ia sangat menyayanginya melebihi anaknya sendiri. Dan di waktu sadarnya, ia selalu bermunajat sambil menangis sesenggukan : Ya Allah, di bagian jahanam yang manakah akan Engkau tempatkan penjahat ini (yakni dirinya sendiri) ??”


Sang zahid berkata, “Sungguh Maha Luas Kasih Sayang Allah, mungkin karena sangat sedikitnya kebaikan yang dilakukannya sehingga merasa rendah dan hina di hadapan Allah. Dan juga kesabarannya menanggung kehinaan dan cibiran sinis dari lingkungannya, yang mengundang rahmat dan ampunan Allah!!”


Mendengar penjelasan itu, masyarakat yang hadir saat itu segera ikut menyalatkan jenazah pemabuk tersebut, dan ikut serta menguburkannya.


Wallahu a'lam. 


Dilansir Kitab durrotunnasihin.

read more

Terpopuler

Biografi Singkat Abuya Nurhasanuddin bin Abdul Latif Pengasuh Pondok Pesantren Darussa'adah Malang

Biografi Singkat Abuya Nurhasanuddin bin Abdul Latif Pengasuh Pondok Pesantren Darussa'adah Malang Abuya Nurhasanuddin lahi...
read

Lafadz HINDUN ( هِنْدٌ ) Termasuk pada Isim Munshorif apa Isim Ghoiru Munshorif ??

Pertanyaan: Lafadz  هندٌ  itu termasuk isim  munshorif atau isim  ghoiru  munshorif , jika termasuk isim ghoiru munshorif mengapa dit...
read

Download ebook Kunuzussa'adah pdf | Ma'had Darussa'adah Al-Islamy

     Assalamu'alaikum Wr.  Wb.      Para cendekia sekalian pada kali ini kami akan berbagi file dokumen Kunuzussa'adah   (pdf)...
read

Alfiyah Ibnu Malik (Keutamaan dan Ringkas Nadhomnya)

Masih di dalam BAB MUQODDIMAH Alfiyah Ibnu Malik,  Bismillahirrohmanirrohim, Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh. Alfiyah ...
read

Penjelasan ringkas syair - عَرَفْتُ الشَّرَّ لَا لِلشَّرِّ | Cendekiawan Santri

sebagian ahli syair menyatakan : عَرَفْتُ الشَّرَّ لاَ لِلشَّرِّ وَلَكِنْ لِتَوْقِيْهِ وَمَنْ لَمْ يَعْرِفِ الْخَيْرَ مِنَ الشَّرِّ ...
read

Find Us Facebook

Design by Desain Profesional