Home
» Hadits
» Penjelasan masalah IDDAH lengkap dan ringkas
Penjelasan masalah IDDAH lengkap dan ringkas
Assalamu'alaikum Wr. Wb. para Cendekia sekalian pada artikel kali ini ini kita akan membahas rinci tentang masalah Iddah baik itu dari segi definisi serta batasan-batasan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan pada waktu Masa Iddah. Ok langsung disimak aja ya....
Apa itu Masa Iddah
Masa ‘iddah adalah istilah yang diambil dari bahasa Arab dari kata (العِدَّة) yang bermakna perhitungan. Dinamakan demikian karena seorang menghitung masa suci atau bulan secara umum dalam menentukan selesainya masa iddah.
Nah menurut Istilah para ulama' Masa Iddah itu adalah sebutan suatu masa yang mana seorang wanita menangguhkan pernikahan setelah ia ditinggal mati atau diceraikan oleh sang suami.
- Dalil dari Al-Qur`ân tentang Masa Iddah yaitu firman Allâh Azza wa Jalla :
وَالْمُطَلَّقَاتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ ثَلَاثَةَ قُرُوءٍ
Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru’ (al-Baqarah/2:228)
*Quru' disini ada yang berpendapat suci adapula yang mengatakan haidh.
- Sedangkan Dalil dari As-Sunnah banyak sekali, salah satu diantaranya :
عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ امْرَأَةً مِنْ أَسْلَمَ يُقَالُ لَهَا سُبَيْعَةُ كَانَتْ تَحْتَ زَوْجِهَا تُوُفِّيَ عَنْهَا وَهِيَ حُبْلَى فَخَطَبَهَا أَبُو السَّنَابِلِ بْنُ بَعْكَكٍ فَأَبَتْ أَنْ تَنْكِحَهُ فَقَالَ وَاللَّهِ مَا يَصْلُحُ أَنْ تَنْكِحِيهِ حَتَّى تَعْتَدِّي آخِرَ الْأَجَلَيْنِ فَمَكُثَتْ قَرِيبًا مِنْ عَشْرِ لَيَالٍ ثُمَّ جَاءَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ انْكِحِي
Dari Ummu Salamah istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwasanya seorang wanita dari Aslam bernama Subai’ah ditinggal mati oleh suaminya dalam keadaan hamil. Lalu Abu Sanâbil bin Ba’kak melamarnya, namun ia menolak menikah dengannya. Ada yang berkata, “Demi Allâh, dia tidak boleh menikah dengannya hingga menjalani masa iddah yang paling panjang dari dua masa iddah. Setelah sepuluh malam berlalu, ia mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Menikahlah!” (HR al-Bukhâri no. 4906).
Hikmah Masa Iddah
Para Ulama' memberikan keterangan hikmah dari Masa Iddah tersebut diantaranya :
- Untuk memastikan wanita itu hamil apa tidak.
- Menghindari ketidakjelasan garis keturunan anak jika wanita tersebut langsung menikah.
- Masa Iddah disyari'atkan untuk menunjukkan betapa agung dan mulianya sebuah akad pernikahan.
- Agar kedua belah pihak berpikir ulang untuk memutuskan tali kekeluargaan, terlebih dalam kasus perceraian.
- Untuk menjaga hak janin berupa nafkah dan lainnya apabila wanita yang dicerai sedang hamil.
Keterangan
Masa Iddah diwajibkan pada semua wanita yang berpisah dari suaminya dengan sebab : Talak, Khulu"(gugat cerai), Faskh (penggagalan akad pernikahan) atau ditinggal mati, dengan syarat apabila sudah melakukan hubungan suami istri (Jima') atau telah diberi kesempatan dan kemampuan yang cukup untuk melakukannya.
Nah dari keterangan diatas apabila wanita yang dicerai atau ditinggal mati oleh suaminya sebelum melakukan hubungan (jima') atau belum ada kesempatan untuk melakukannya, maka wanita tersebut tidak mempunyai Masa Iddah.
Allah SWT berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نَكَحْتُمُ الْمُؤْمِنَاتِ ثُمَّ طَلَّقْتُمُوهُنَّ مِنْ قَبْلِ أَنْ تَمَسُّوهُنَّ فَمَا لَكُمْ عَلَيْهِنَّ مِنْ عِدَّةٍ تَعْتَدُّونَهَا.
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan- perempuan yang beriman, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya maka sekali-sekali tidak wajib atas mereka ‘iddah bagimu yang kamu minta menyempurnakannya. (Al-Ahzâb/33:49).
Rincian Masalah Iddah
Silahkan disimak :
- Wanita yang ditinggal mati oleh suaminya.
Wanita yang ditinggal mati oleh suaminya memiliki dua keadaan :
1. Wanita yang ditinggal mati oleh suaminya ketika sedang hamil. Iddahnya berakhir setelah ia melahirkan Firman Allah SWT :
وَأُولَاتُ الْأَحْمَالِ أَجَلُهُنَّ أَنْ يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ
Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. (Ath-Thalaq/65:4).
Dan didalam hadits al-Miswar bin Makhramah Radhiyallahu anhu :
أَنَّ سُبَيْعَةَ الْأَسْلَمِيَّةَ نُفِسَتْ بَعْدَ وَفَاةِ زَوْجِهَا بِلَيَالٍ فَجَاءَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَاسْتَأْذَنَتْهُ أَنْ تَنْكِحَ فَأَذِنَ لَهَا فَنَكَحَتْ
Subai’ah al-Aslamiyah Radhiyallahu anhuma melahirkan dan bernifas setelah kematian suaminya. Lalu ia, mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas meminta idzin kepada beliau untuk menikah (lagi). Kemudian beliau mengizinkannya, lalu ia segera menikah (lagi). (al-Bukhâri no. 5320 dan Muslim no.1485).
2. Wanita tersebut tidak hamil. Jika tidak hamil, maka masa ‘iddahnya adalah empat bulan sepuluh hari. Allah SWT berfirman
وَالَّذِينَ يُتَوَفَّوْنَ مِنْكُمْ وَيَذَرُونَ أَزْوَاجًا يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرًا ۖ فَإِذَا بَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا فَعَلْنَ فِي أَنْفُسِهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۗ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah Para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber’iddah) empat bulan sepuluh hari. kemudian apabila telah habis ‘iddahnya, maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut. Allâh mengetahui apa yang kamu perbuat. (al-Baqarah/2: 234).
- Wanita yang diceraikan.
Wanita yang dicerai juga ada dua keadaan yaitu dengan
1. Talak raj'i (bisa rujuk)
Talak raj'i juga terbagi beberapa keadaan :
A. Wanita yang masih dalam keadaan haidh.
Masa ‘iddah wanita jenis ini adalah tiga kali haidh, berdasarkan firman Allâh Azza wa Jalla :
وَالْمُطَلَّقَاتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ ثَلَاثَةَ قُرُوءٍ.
Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru’ (al-Baqarah/2: 228).
Menurut pendapat yang rajih, quru’ artinya haidh, berdasarkan hadits A’isyah Radhiyallahu anhuma yang berbunyi :
أَنَّ أُمَّ حَبِيبَةَ كَانَتْ تُسْتَحَاضُ فَسَأَلَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَمَرَهَا أَنْ تَدَعَ الصَّلَاةَ أَيَّامَ أَقْرَائِهَا
Sesungguhnya ummu Habibah pernah mengalami pendarahan (istihadhah/darah penyakit), lalu dia bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Nabi memerintahkannya untuk meninggalkan shalat pada hari-hari quru’nya (haidhnya). (HR Abu Dâud no. 252 dan dishahihkan syaikh al-Albani dalam Shahih Abi Dâud).
Oleh karena itu Ibnul Qayyim rahimahullah merajihkan pendapat ini dan mengatakan, “Lafazh quru’ tidak digunakan dalam syariat kecuali untuk pengertian haidh dan tidak ada satu pun digunakan untuk pengertian suci (thuhr), sehingga memahami pengertian quru’ dalam ayat ini dengan pengertian yang sudah dikenal dalam bahasa syariat lebih baik. Karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada orang yang kena darah istihâdlah
دَعِيْ الصَّلَاةَ أَيَّامَ أَقْرَائِكِ
Tinggalkan shalat selama masa-masa haidhmu. (Zadul Ma'ad, 5/609)
B. Wanita yang tidak haidh.
Baik karena belum pernah haidh atau sudah manopause .Bagi wanita yang seperti ini masa ‘iddahnya adalah tiga bulan, Allah SWT berfirman :
وَاللَّائِي يَئِسْنَ مِنَ الْمَحِيضِ مِنْ نِسَائِكُمْ إِنِ ارْتَبْتُمْ فَعِدَّتُهُنَّ ثَلَاثَةُ أَشْهُرٍ وَاللَّائِي لَمْ يَحِضْنَ
Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya), maka masa iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid. (At-Thalaq/65:4).
C. Wanita Hamil.
Wanita yang hamil bila dicerai memiliki masa iddah yang berakhir dengan melahirkan, berdasarkan firman Allâh SWT :
وَأُولَاتُ الْأَحْمَالِ أَجَلُهُنَّ أَنْ يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ
Dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid. dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. (Ath-Thalaq/65:4).
D. Wanita yang terkena darah istihadhoh.
Iddahnya sama dengan wanita haidh. Apabila ia memiliki kebiasaan haidh yang teratur maka wajib baginya untuk memperhatikan kebiasa'annya dalam haidh dan suci. Apabila telah berlalutiga kali haid maka selesai masa iddahnya
(Mausu'atul Fiqhiah Al-Muyassaroh 5/392)
2. Talak ba'in (talak tiga)
Wanita yang ditalak tiga hanya menunggu sekali haidh saja untuk memastikan bahwa ia tidak hamil. Syaikhul islam Ibnu Taimiyyah menyatakan "wanita yang dicerai dengan tiga kali talak masa iddahnya sekali haidh keterangan lebih blengkap silahkan lihat di
Mausu'atul Fiqhiah Al-Muyassaroh 5/392-393.
- Wanita Yang Melakukan Gugat Cerai (Khulu’).
Wanita yang berpisah dengan sebab gugat cerai, masa ‘iddahnya sekali haidh (Mausu'atul Fiqhiah Al-Muyassaroh 5/392), sebagaimana ditunjukkan oleh beberapa hadits dibawah ini:
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ امْرَأَةَ ثَابِتِ بْنِ قَيْسٍ اخْتَلَعَتْ مِنْ زَوْجِهَا عَلَى عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَمَرَهَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ تَعْتَدَّ بِحَيْضَةٍ
Dari Ibnu Abbâs Radhiyallahu anhu bahwa istri Tsabit bin Qais menggugat cerai dari suaminya pada zaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkannya untuk menunggu sekali haidh. (HR Abu Dâud dan at-Tirmidzi dan dishahihkan oleh syaikh al-Albâni dalam Shahîh Sunan Abu Dâud no.1 950).
Contoh masalah yang kadang terjadi
Apabila seorang suami mentalak istri yang masih aktif haidh, lalu sang suami meninggal sedangkan Iddahnya belum selesai maka ia punya dua keadaan :
- Apabila masih talak raj'i maka Iddahnya tiga kali quru' ditambah dengan empat bulan sepuluh hari
- Apabila sudah talak ba'in maka Iddahnya tetap satu kali haidh saja karena sudah tidak berstatus istri
Sekedar pemberitahuan bahwa selama masa ‘iddah, tetap berada di rumah, tidak boleh keluar tanpa izin dari suami tersebut. Allâh Azza wa Jalla berfirman :
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ فَطَلِّقُوهُنَّ لِعِدَّتِهِنَّ وَأَحْصُوا الْعِدَّةَ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ رَبَّكُمْ ۖ لَا تُخْرِجُوهُنَّ مِنْ بُيُوتِهِنَّ وَلَا يَخْرُجْنَ إِلَّا أَنْ يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ ۚ وَتِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ ۚ وَمَنْ يَتَعَدَّ حُدُودَ اللَّهِ فَقَدْ ظَلَمَ نَفْسَهُ ۚ لَا تَدْرِي لَعَلَّ اللَّهَ يُحْدِثُ بَعْدَ ذَٰلِكَ أَمْرًا
Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) ‘iddahnya (yang wajar) dan hitunglah waktu ‘iddah itu serta bertakwalah kepada Allâh Rabbmu. Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) ke luar kecuali mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang. Itulah hukum-hukum Allâh, maka sesungguhnya dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. Kamu tidak mengetahui barangkali Allâh Mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang baru. (at-Thalaq/65:1).
Begitu pula Masa Iddah wanita yang suaminya meninggal kecuali mempunyai urusan mendadak dan tidak bisa diwakilkan dan itupun keluar harus bersama mahram + tidak menimbulkan fitnah
==========
Demikian keterangan yang dapat kami sampaikan. Apabila ada kesalahan maupun kekurangan baik segi penulisan ataupun yang lain kami memohon maaf yang sebesar-besarnya, Semoga artikel ini bermanfaat AAMIIN.