Cendekiawan Santri - Mudzakaroh dan Musyawarah serta Bahtsul Masail Seputar Ilmu Syariat Islam

Cendekiawan Santri - Mudzakaroh dan Musyawarah serta Bahtsul Masail Seputar Ilmu Syariat Islam
M E N U
  • HOME
  • BIOGRAFI ULAMA'
  • BAHTSUl MASAIL
  • Info & Berita Islami
  • Kajian
  • _Tajwid
  • _Bahasa Arab
  • _Shorrof
  • _Nahwu
  • _Fiqh
  • _Tasawwuf
  • _Ibroh
  • _Lirik dan Syair
  • Amalan Harian
  • Cerpen & Novel
  • _Cerpen Cerdas
  • _Cerpen Islami
  • _Novel islami
  • _Mimpi di atas Awan
  • _Tanda Titik
  • _Azwidatul Azkiya'
  • Bisnis Online

JADWAL UPDATE ARTIKEL

  • SENIN: Biografi Ulama' (Informasi & Cerita)
  • SELASA: Fiqh & Hadits
  • RABU: Bahasa Arab, Nahwu & Shorrof
  • KAMIS: Al Qur'an (Tajwid)
  • SABTU: Ibroh & Lirik Sya'ir
  • AHAD: Amalan Harian

Home » Fikih Islam

Amalan Harian Fikih Islam Fiqh Info & Berita Islam

Bagaimana tata cara shalat gerhana bulan

Pada Rabu 26 Mei 2021 bakal ada gerhana bulan total yang dapat disaksikan masyarakat Indonesia. Fenomena alam ini bisa disaksikan mulai pukul 18.08 WIB hingga 18.26 WIB. Gerhana Bulan sendiri sudah dimulai dari pukul 16.43 WIB dan akan berakhir pada pukul 19.51 WIB. Total durasi gerhana berlangsung selama 3 jam 8 menit.


Gerhana bulan dalam bahasa Arab disebut “khusuf”. Saat terjadi fenomena gerhana bulan kita dianjurkan untuk mengerjakan shalat sunah dua rakaat atau shalat sunah khusuf. Shalat sunah ini terbilang sunah muakkad.


Artinya, “Jenis kedua adalah shalat sunah karena suatu sebab terdahulu, yaitu shalat sunah yang dianjurkan untuk dikerjakan secara berjamaah yaitu shalat dua gerhana, shalat gerhana matahari dan shalat gerhana bulan. Ini adalah shalat sunah yang sangat dianjurkan,” (Lihat Syekh Nawawi Banten, Nihayatuz Zein, Bandung, Al-Maarif, tanpa keterangan tahun, halaman 109). 


Secara umum pelaksanaan shalat gerhana matahari dan shalat gerhana bulan diawali dengan shalat sunah dua rakaat dan setelah itu disusul dengan dua khutbah seperti shalat Idul Fitri atau shalat Idul Adha di masjid jami. Hanya saja bedanya, setiap rakaat shalat gerhana bulan dilakukan dua kali rukuk. Sedangkan dua khutbah setelah shalat gerhana matahari atau bulan tidak dianjurkan takbir sebagaimana khutbah dua shalat Id. 

Jamaah shalat gerhana bulan adalah semua umat Islam secara umum sebagai jamaah shalat Id. Sedangkan imamnya dianjurkan adalah pemerintah atau naib dari pemerintah setempat.


Sebelum shalat ada baiknya imam atau jamaah melafalkan niat terlebih dahulu sebagai berikut:

Ushalli sunnatal khusuf rak'ataini imaman/makmuman lillahi ta'ala 

Artinya, “Saya shalat sunah gerhana bulan dua rakaat sebagai imam/makmum karena Allah SWT.” 


Adapun secara teknis, shalat sunah gerhana bulan adalah sebagai berikut:

  1. Niat di dalam hati ketika takbiratul ihram.
  2. Mengucap takbir ketika takbiratul ihram sambil niat di dalam hati.
  3. Baca taawudz dan Surat Al-Fatihah. Setelah itu baca Surat Al-Baqarah atau selama surat itu dibaca dengan jahar (lantang).
  4. Rukuk dengan membaca tasbih selama membaca 100 ayat Surat Al-Baqarah.
  5. Itidal, bukan baca doa i’tidal, tetapi baca Surat Al-Fatihah. Setelah itu baca Surat Ali Imran atau selama surat itu.
  6. Rukuk dengan membaca tasbih selama membaca 80 ayat Surat Al-Baqarah.
  7. Itidal. Baca doa i’tidal.
  8. Sujud dengan membaca tasbih selama rukuk pertama.
  9. Duduk di antara dua sujud.
  10. Sujud kedua dengan membaca tasbih selama rukuk kedua.
  11. Duduk istirahat atau duduk sejenak sebelum bangkit untuk mengerjakan rakaat kedua.
  12. Bangkit dari duduk, lalu mengerjakan rakaat kedua dengan gerakan yang sama dengan rakaat pertama. Hanya saja bedanya, pada rakaat kedua pada diri pertama dianjurkan membaca surat An-Nisa. Sedangkan pada diri kedua dianjurkan membaca Surat Al-Maidah.
  13. Salam.
  14. Imam atau orang yang diberi wewenang menyampaikan dua khutbah shalat gerhana dengan taushiyah agar jamaah beristighfar, semakin takwa kepada Allah, tobat, sedekah, memerdekakan budak (pembelaan terhadap kelompok masyarakat marjinal), dan lain sebagainya.


Apakah boleh dibuat dalam versi ringkas? Dalam artian seseorang membaca Surat Al-Fatihah saja sebanyak empat kali pada dua rakaat tersebut tanpa surat panjang seperti yang dianjurkan?

Atau bolehkah mengganti surat panjang itu dengan surat pendek setiap kali selesai membaca Surat Al-Fatihah? Boleh saja.

Ini lebih ringkas seperti keterangan Syekh Ibnu Sayyid Muhammad Syatha Ad-Dimyathi dalam I’anatut Thalibin berikut ini.

Artinya, “Kalau seseorang membatasi diri pada bacaan Surat Al-Fatihah saja, maka itu sudah memadai. Tetapi kalau seseorang membatasi diri pada bacaan surat-surat pendek setelah baca Surat Al-Fatihah, maka itu tidak masalah. Tujuan mencari bacaan panjang adalah mempertahankan shalat dalam kondisi gerhana hingga durasi gerhana bulan selesai,” (Lihat Syekh Ibnu Sayyid Muhammad Syatha Ad-Dimyathi, I’anatut Thalibin, Beirut, Darul Fikr, 2005 M/1425-1426 H, juz I, halaman 303).


Selagi gerhana bulan berlangsung, maka kesunahan shalat dua rakaat gerhana tetap berlaku. Sedangkan dua khutbah shalat gerhana bulan boleh tetap berlangsung atau boleh dimulai meski gerhana bulan sudah usai. Demikian tata cara shalat gerhana bulan berdasarkan keterangan para ulama. Wallahu a’lam. (Dipersembahkan oleh: Alhafiz K - NU.or.id)

read more
Amalan Harian Fikih Islam Fiqh Hadits Info & Berita Islam

Amalan Mustajab Seusai Jumatan


Syair ini pada tahun 1950an kerap dilantunkan orang-orang tua. Demikian diceritakan orang-orang tua di masa kini. Syair yang juga dipopulerken Gus Dur ini kerap dinisbahkan kepada seorang legenda yang sangat cendekia dan jenaka. Walhasil syair ini keluar dari seseorang yang dikenal dengan sebutan Abu Nawas atau Abu Nuwas.

Tidak salah kalau syair berikut ini memiliki tempat di hati kalangan orang-orang baik. Selain kandungannya yang berbobot, syair ini diharapkan memberikan manfaat bagi pembacanya sebagaimana anjuran salah seorang ulama besar yang menghimpun syariat dan hakikat Syekh Abdul Wahhab Sya’roni. 

Sayid Bakri bin M Sayid Syatho Dimyathi dalam karyanya I‘anatut Tholibin mengutip ucapan Syekh Abdul Wahhab Sya’roni.

 عن سيدي عبد الوهاب الشعراني ـ نفعنا الله به ـ أن من واظب على قراءة هذين البيتين في كل يوم جمعة، توفاه الله على الإسلام من غير شك، وهما:

إِلَهِيْ لَسْتُ لِلْفِرْدَوْسِ أَهْلًا   وَلَا أَقْوَى عَلَى نَارِ الجَحِيْمِ 

فَهَبْ لِيْ تَوْبَةً وَاغْفِرْ ذُنُوْبِيْ   فَإِنَكَ غَافِرُ الذَنْبِ العَظِيْمِ

Dari Syekh Abdul Wahhab Sya’roni--semoga Allah memberikan maslahat kepada kita berkat Syekh Wahhab--bahwa siapa saja yang melazimkan dua bait ini setiap hari Jumat, maka Allah akan ambil ruhnya dalam keadaan Islam tanpa ragu sedikit pun. 

Kedua bait syair itu berbunyi: Ilahi lastu lil Firdausi ahla # Wa la aqwa ala naril jahimi / Fa hab li taubatan waghfir dzunubi # Fainnaka ghafirudz dzanbil ‘azhimi. (Tuhanku, aku bukanlah penghuni yang pantas surga-Mu. Aku pun tidak sanggup masuk neraka. Karena itu, bukalah pintu tobat-Mu. Ampunilah segenap dosaku. Karena sungguh Engkau ialah Zat yang maha pengampun)  

Perihal berapa kali dan jam berapa, memang tidak disebutkan oleh Syekh Wahhab. Namun, Sayid Bakri mengutip pendapat sebagian ulama yang mengamalkan syair tersebut.

ونقل عن بعضهم أنها تقرأ خمس مرات بعد الجمعة

Dikutip dari sejumlah ulama bahwa dua bait syair itu dibaca sebanyak 5 kali setelah mengerjakan shalat Jumat. 

Kalau hanya membaca lima kali setiap pekan, amalan ini dengan faidahnya yang luar biasa tampaknya ringan. Artinya, sayang kalau dilewatkan begitu saja. Syair ini bisa dibaca sebelum meninggalkan sajadah Jumatan. Setelah Ashar pun tidak menjadi masalah. Wallahu A‘lam. (Alhafiz K)
read more
Fikih Islam Fiqh Hadits tentang Ramadhan

Fardhu-fardhunya (Kewajiban dalam melaksanakan) Puasa


Sebelum memulai kajian tentang memahami kewajiban berpuasa, kami sapa dulu para sahabat cendekia dengan ucapan 

Assalamu'alaikum Warahtullahi Wabarakatuh

semoga selalu dalam rahmat dan pertolangan Allah SWT, pada pagi ini. sambil menunggu waktu Berbuka Puasa sejenak kita bertafakkur dan mengingat kalam Allah dan RasulNya dengan Penjelasan Ulama'-ulama'nya yang mewarisi sifat-sifat para NabinNya.

Apa sajakah Fardhu (Kewajiban dalam melaksanakan) Ibadah Puasa?

berikut adalah manuskrip dari kitab fiqh kajian puasa kali ini Kifayatul Akhyar.


Telah dawuh Mushonnif dalam kitabnya kifayatul akhyar dan adapun fardhu-fardhunya puasa itu ada 5 perkara, diantaranya adalah :

1. ber-Niat untuk melaksanakan puasa disiang hari
2. Menahan diri dari makan dan minum diwaktu siang
3. Menahan untuk tidak melakukan Jima' (Mengumpuli Istri-istri) diwaktu siang
4. Menahan dari Muntah
5. Mengetahui Batas waktu siang (memulai untuk berpuasa)

diterangkan bahwa tidak sah puasanya kecuali dengan berniat, seperti telah diterangkan dalam setiap Hadits.


Adapun dimana dan bagaimana cara melakukan niat itu sendiri?

niat dilakukan dengan menggunakan suara hati dan bukan suatu keharusan untuk mengucapkan / melafadzkannya secara lisan.

Pendapat ini sudah mufakat dan tidak ada perbedaan diantara para ulama'. dan Niat berpuasa itu wajib hukumnya dilakukan pada malam harinya,

Kenapa niat puasa dilakukan pada setiap malam?

Ibadah puasa adalah ibadah mustaqillah, artinya puasa dilakukan setiap hari maka ibadah dalam setiap hari itu adalah ibadah yang terpisah-pisah (Mandiri) maka diwajibkannya melakukan niat berpuasa pada setiap malamn untuk hari esok guna melaksanakan ibadah puasa.

Ingatlah! bahwa sesungguhnya tidak akan rusak amal ibadah puasa seseorang dikemudian hari dengan batalnya puasa sehari dalam melakukan ibadah puasa dibulan Ramadhan.

Singkatnya seperti ini pengertiannya. Ibadah Puasa Ramadhan itu diwajibkan sebulan suntuk tanpa terkecuali, maka tatkala ada sehari atau dua hari puasa seseorang batal maka ibadah puasa yang dilain harinya baik yg lebih awal atau yang lebih akhir tidak akan terpengaruh ibadahnya dan tetap dinyatakan sah. seperti itulah penjelasan yang dimaksudkan mushonnif dalam kitab ini.

sama halnya anda mempunyai sekarung buah misalnya 30 buah mangga, dan diantara 30 mangga itu ada yang bosok / rusak 1 atau 2 buah mangga. apakah yang lain akan ikut anda buang atau hanya yg bosok saja? pastinya yang akan dibuang adalah yg bosok / rusak saja. sisanya yang 29 / 28 buat tetap bisa dimakan dan baik untuk dikonsumsi. seperti itulah halnya ibadah puasa ramadhan ini.


Bagaimana hukum berniat puasa sebulan dimalam awal ramadhan? Apakah puasa kita sah?

Dari keterangan diatas menurut Madzhab Imam Asy-Syafi'i andaikata berniat puasa sebulan suntuk diawal malam bulan ramadhan saja maka hukukm puasanya sah,

Dan diharuskan dalam berniat puasa yang bersifat wajib untuk menjelaskan atau mengikut sertakan dalam niat atas kefardhuan / kewajiban puasa, seperti itu pula hukum berniat diwaktu malam.

dan bukan suatu alasan atau hambatan untuk tidak melakukan puasa disiang harinya setelah mealukan niat dimalam harinya walaupun dia tertidur, makan, mengumpuli istri2nya.

akan tetapi jika seseorang melakukan niat bersamaan dengan terbitnya fajar maka hukum pusanya tidak sah. kenapa? karena berniat puasa saat terbitnya fajar itu tidak dikategorikan berniat diwaktu malam.

Adapun lafadz niat yang sempurna menurut keteragan kitab kifayatul akhyar adalah sebegai berikut :

"Dia harus berniat puasa dihari esok untuk menunaikan kewajiban dibulan ramadhan tahun ini semata-mata karena Allah SWT" 

Ketahuilah bahwa menyertakan kata-kata ADAAN (Menunaikan) atau QADAAN (Mengganti) dalam niat puasa itu hukumnya ikhtilaf (ada perbedaan dalam kalangan ulama') dan itu juga terjadi dalam masalah niat dalam sholat. dan itu sudah menjadi hal yang tidak tabu. sudah lama menjadi perbincangan di kalangan ulama' masa lalu. jadi kita tidak perlu mempermasalahkan hal itu.

Kedudukan niat puasa disini adalah JAZIM (tetap) artinya tidak akan pernah rusak oleh niat yang lain. contohnya jika anda berniat berpuasa besok dan sebelum fajar / waktu subuh tiba atau setelah waktu siangnya anda berniat untuk tidak melaksanakan puasa maka niat awal tidak terpengaruhi oleh niat yang terakhir ini. jadi niat berpuasa yg telah dilakukan itu tetap ada dan berjalan sebagaimana mestinya. dan hukum berpuasa anda sah sampai matahari terbenam. 

Pengecualian jika anda melakukan hal-hal yang membatalkan ibadah puasa itu sendiri, karena tatkalan Dzat dari Ibadah yang rusak maka otomatis Niat juga akan rusak.

 Maka yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan ibadah puasa adalah hal yang dapat membatalkan puasa. dan hal-hal yang membatalakan puasa itu banyak macamnya diantaranya adalah:
  • Makan, Minum walaupun hanya sedikit tapi disengaja itu dapat membatalkan puasa.
  • Berhati-hatilah terhadap sesuatu yang berpotensi akan masuk ke dalam badan dari lubang-lubang terbuka yang tembus kedalam badan, seperti melalui Telinga, Hidung, Dubur, Kemaluan. apabila masuknya sesuatu kedalam tubuh dari salah satu diatas dalam keadaan berpuasa dan disengaja maka ibadah puasanya batal.
Kesimpulan
Puasa ramadhan wajib hukumnya dengan berniat diwaktu malam dan menahan diri dari sesuatu yang dapat membatalkan ibadah puasa.

Sekian kajian kali ini. Wallahu A'alam Bis Shawab
setelah ini kita akan membahas Cabang Permasalahan dalam Perkara yang masuk kedalam badan

sampai berjumpa kembali, jangan lupa untuk kunjungi terus kajian bersama kami di cendekiawan santri dan langganan artikel terbaru dari blog cendekiawan santri terimakasih

Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Al-Faqir : Abdul Mannan Sya'roni
Lumajang 25 April 2020 / 2 Ramadhan 1441 H.
read more
Fikih Islam Fiqh

Syarat Wajibnya Puasa

PEMBAHASAN PERTAMA
SYARAT WAJIBNYA PUASA

sebelum melanjutkan ke kajian, ada baiknya saya sapa dulu sahabat cendekia semuanya dengan uacapan

Assalamu'alaikum Warahmatullai Wabarakatuh.
Semoga senantiasa semuanya dalam lindungan dan rahmat Allah SWT.

Berikut text Arab dari kitab kifayatul akhyar dalam pembahasan hari ini.

Berkata Mushonnif (Pengarang Kitab Kifayatul Akhyar):
Adapun syarat wajibnya berpuasa itu ada tiga:


1. Beragama Islam
Dalam kontek ini mushonif menggunakan isim ma'rifat bahwasanya puasa yang disyariatkan akan dianggap sah dan memenuhi persyaratan dalam syariat agama islam tatkalan yang mengerjakannya adalah orang yang beragama islam.

2. Sudah Baligh
Baligh dalam ilmu fiqhih diterangkan sebagaimana telah disebutkan dalam kitab-kitab fiqh, penulis akan menukil dari keterangan Kitab Kasyifatus Sajaa 'ala Safinatin Najah Karangan Imam Muhammad Nawawi Al-Jawi Al-Bantani. Ulama' Karismatik dari Tanah Jawa Banten.
Halaman 16 dalam Bab Ciri-ciri Orang Baligh.

Ada 3 Ciri-ciri orang baligh:
  1. Sempurnanya umur 15 tahun bagi laki-laki dan perempuan. Umur ini dihitung mulai dia lahir keluar dari rahim seorang ibu (pendapat ini yang telah disepakati ulama'). dari pengertian ini penghitungan sempurnanya umur adalah dengan harian dalam bulan.
  2. Merasakan Keluar Air Mani bagi laki-laki dan perempuan yang sudah menginjak umur 9 tahun. Baik dalam keadaan sadar ataupun tidak (yakni dalam keadaan tidur ataupun bangun), jika dalam mimpi maka tidak diharuskan mani itu keluar. jika bermimpi merasakan keluar air maninya baik  ditemukan secara fisik setalah bangun atau tidak. tapi hal itu dirasakan maka itu sudah cukup menjadi ciri untuk ukuran baligh
  3. Mengalami Haid khusus perempuan yang sudah menginjak umur 9 tahun. 9 tahun ini tidak harus sempurna walaupun masih kurang dari genap umurnya sembilan tahun itu sudah dianggap sebagai ciri-ciri baligh. dengan ukuran paling sedikit kurang umurnya berkisar 16 hari atau 1/2 bulan.
3. Berakal
Berakal dalam syariat ialah orang yang  waras yakni orang yang akalnya sempurna. dalam hal ini termasuk diantaranya Orang Gila, Tidur, Mabuk dan lainnya yg menyebabkan tidak sadarkan diri. maka hal itu dapat menggugurkan kewajiban dalam melaksanakan Puasa, seperti halnya serupa orang yang mengkonsumsi obat-obatan terlarang atau minuman yang dapat membuat mabuk maka hukumnya sama.

APA PENGERTIAN PUASA ?

A. Puasa secara Bahasa (Lughot) adalah menahan diri dari sesuatu.

seperti hal yang telah Allah telah firmankan dalam Alqur'an : 
"Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa (menahan diri dari sesuatu) hanya karena Tuhan Yang Maha Pengasih"  (QS. Maryam : 26)

B. Puasa dalam Istilah (Syariat) adalah Menahan diri dengan ketentuan khusus, dari sesuatu yang ditentukan, dalam waktu atau masa yg ditentukan dengan beberapa syarat yang harus dipenuhi.

Kewajiban Puasa Ramadhan telah ditetapkan dalam Al-Qur'an, As-Sunnah (Hadits), dan Ijma' Ulama' (Mufakat Ulama')

Allah SWT telah berfirman dalam Al-Qur'an : 
"barangsiapa di antara kamu ada di bulan itu (Ramadhan), maka berpuasalah" (QS. Al-Baqarah : 185)

Dalam Hadits juga di sabdakan Oleh Nabi Muhammad SAW : 
"Agama islam itu terdiri dari Lima Pilar Pokok" (dan salah satunya beliau menyebut PUASA RAMADHAN). 
maka telah di sepakati Ijma' Ulama' tentang kewajiban Puasa Ramadhan ini.

Hadits diatas diriwayatkan Oleh Imam Bukhori r.a. dalam kitabnya halaman 8, Imam Muslim dalam kitabnya Halaman 16 dalam bab Iman. dan Imam Ahmad dalam Kitab Musnadnya Juz 2 Hal. 26, 93, 120, Imam At-Thurmidzi dalam kitabnya halaman 2609, Imam Nasa'i dalam kitabnya Juz 8 Hal. 108, dan Ibnu Hubban dalam kitabnya halaman 108 dan 1446 diriwayatkan dari hadits Abdillah bin Umar R.A. 

Kewajiban Puasa Ramadhan ini hanya diwajibkan kepada Orang Muslim yang baligh berakal dan kuasa untuk melaksanakannya.

Puasa Ramadhan tidak wajib bagi orang Kafir Asli karena sesungguhnya mereka bukan sebagian dari orang yang diwajibkan beribadah, seperti itu pula Anak-anak, dan Orang Gila. karena hal bersandar kepada Hadist Rasulullah SAW. beliau bersabda: 

"Telah diangkat Kalam dari 3 golongan, meraka adalah Anak-anak, Orang Gila, dan Orang Tidur." 

Diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dalam kitab Al-Hudud, Hal. 4398. Imam Nasa'i dalam kitabnya At-Tholaq Juz 6 Hal. 156 dengan sanad Hasan. dari Haditsnya Sayyidah A'isyah R.A. dan dalam satu Babnya dari Sayyidina 'Ali bin Abi Tholib R.A, dan dari Ibnu Abbas R.A.

read more
Bahtsul Masail Fikih Islam Fiqh Hadits Hadits tentang Ramadhan

Hukum Memperingati dan Merayakan Isro' Mi'roj Nabi Muhammad SAW

Hukum Memperinati dan Merayakan Isro' Mi'roj Nabi Muhammad SAW - Cendekiawan Santri

Isra Mi’raj dan Hukum Memperingatinya
Oleh : Ust. Mahfudz
(Sekretaris LBM NU Lampung)

DI bulan ini, yaitu Bulan Rajab, kaum muslimin biasa memperingati satu peristiwa yang sangat luar biasa, yaitu peristiwa perjalanan Rasulullah SAW dari Makkah ke Baitul Maqdis, kemudian naik ke Sidratul Muntaha menghadap Pencipta Alam Semesta.

Peristiwa ini tidak akan dilupakan kaum muslimin. Karena pada Isra Mi’raj ini lah turunnya perintah Allah untuk mengerjakan sholat lima waktu.

Untuk memperingati dan memaknai peristiwa yang luar biasa tersebut, biasanya kaum muslim mengadakan sebuah kajian. Taffakur, pengajian, dzikir dan acara-acara lain yang berkaitan dengan pemaknaan Isra Mi’raj itu sendiri dalam rangka menanamkan rasa kebanggaan serta menumbuhkan rasa kecintaan dengan ajaran Islam dalam hati para pemeluknya.

Peringatan Isra Miroj Nabi Muhammad SAW adalah sebuah momentum penting bagi umat Islam di seluruh dunia. Selain sebagai bentuk rasa syukur, bahagia dan bangga atas diutusnya Nabi Muhammad SAW yang membawa petunjuk sepanjang zaman, juga sebagai ajang mempererat persatuan dan kesatuan umat Islam.

Kalau ada sebagian golongan yang mengatakan bahwa memperingati Isra Mi’raj hukumnya bid’ah, itu adalah hak mereka.

Menurut hemat kami, peringatan Isra Mi’raj bisa disamakan dengan peringatan Maulid Nabi. Jika Nabi Muhammad SAW sendiri dan para sahabat tidak pernah melakukannya bukan berarti hal tersebut tidak diperbolehkan berdasarkan satu qoidah fiqhiyyah:

الأَصْلُ فِي العَادَاتِ وَالُمعاَمَلاتِ الإِبَاحَةُ حَتَّى يَدُلَّ الدَّلِيْلُ عَلَى التَّحْرِيْمِ

“Hukum asli adad dan mu’amalat adalah boleh, sehingga ada dalil yang menunjukkan keharamannya”.

Peringatan-peringatan seperti Isra Miraj, Maulid Nabi, dan Tahun Baru Hijriyyah adalah sebuah budaya atau tradisi masyarakat bukan sebuah Ibadah, sehingga penilaian yang ada hanya berkisar dicintai atau dibenci oleh syari’.

Sementara Rasulullah SAW telah bersabda,

مَنْ سَنَّ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ فَعَلَ بِهَا مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُوْرِهِمْ شَيْئًا, وَمَنْ سَنَّ سُنَّةً سَيِّئَةً فَعَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ فَعَلَ بِهَا مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْئًا.

“Barang siapa menciptakan tradisi baru yang bagus, maka ia akan mendapat pahalanya dan pahala orang yang ikut mengerjakannya, dengan tanpa mengurangi sedikitpun dari pahala mereka dan barang siapa yang menciptakan tradisi baru yang jelek, maka ia akan mendapat dosanya dan dosa orang yang ikut mengerjakannya, dengan tanpa mengurangi sedikitpun dari dosa mereka.”

Hadits ini jelas merupakan anjuran untuk bisa kreatif, maksudnya setiap orang islam dianjurkan oleh Rasulullah saw agar bisa mengembangkan apa saja yang sudah disampaikan dan diajarkan oleh beliau, baik melalui kalam Illahi atau sunnah Rasulullah SAW, tidak peduli dengan tata cara, model prilaku, ketentuan, tindakan atau peraturan apapun, asal tidak keluar dari riel dan koredor syar’i.

Misalnya Rasulullah SAW perintah agar umatnya bersedekah. Apakah sesat kalau mereka membuat nasi tumpeng dan ingkung ayam terus disedekahkan? Misalnya lagi, Rasulullah memerintahkan umatnya agar menuntut ilmu, membaca Alquran dan bersilaturrahim. Apakah sesat kalau mereka membentuk jama’ah yasin dan tahlil, jama’ah khotmil Quran, jama’ah istighotsah dan lain-lain, sebagai wadah untuk mempererat tali silaturrahim, mempererat ukhuwwah islamiyyah, dan sebagai lahan bagi mereka untuk menimbah ilmu, membaca Alqur’an dan bersedekah?

Tentu jawaban dari semua itu adalah tidak sesat. Begitupun peringatan-peringatan seperti Isra Miraj dan Maulid Nabi adalah sebuah tradisi masyarakat, sebagai wujud rasa syukur terhadap al-Kholiq dan rasa mahabbah terhadap Rasul dan kekasih-Nya.

Kiranya hanya ini yang bisa saya tulis, mudah-mudahan bermanfaat. Silahkan kunjungi situs-situs lain yang menganggap bahwa peringatan-peringatan seperti Maulid Nabi, Isra Miraj bukanlah bid’ah, mungkin akan anda temukan dalil-dalil lain yang dapat menguatkan dalil-dalil yang ada di sini.

Wallahualam.(*)
read more

Terpopuler

Biografi Singkat Abuya Nurhasanuddin bin Abdul Latif Pengasuh Pondok Pesantren Darussa'adah Malang

Biografi Singkat Abuya Nurhasanuddin bin Abdul Latif Pengasuh Pondok Pesantren Darussa'adah Malang Abuya Nurhasanuddin lahi...
read

Lafadz HINDUN ( هِنْدٌ ) Termasuk pada Isim Munshorif apa Isim Ghoiru Munshorif ??

Pertanyaan: Lafadz  هندٌ  itu termasuk isim  munshorif atau isim  ghoiru  munshorif , jika termasuk isim ghoiru munshorif mengapa dit...
read

Download ebook Kunuzussa'adah pdf | Ma'had Darussa'adah Al-Islamy

     Assalamu'alaikum Wr.  Wb.      Para cendekia sekalian pada kali ini kami akan berbagi file dokumen Kunuzussa'adah   (pdf)...
read

Alfiyah Ibnu Malik (Keutamaan dan Ringkas Nadhomnya)

Masih di dalam BAB MUQODDIMAH Alfiyah Ibnu Malik,  Bismillahirrohmanirrohim, Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh. Alfiyah ...
read

Penjelasan ringkas syair - عَرَفْتُ الشَّرَّ لَا لِلشَّرِّ | Cendekiawan Santri

sebagian ahli syair menyatakan : عَرَفْتُ الشَّرَّ لاَ لِلشَّرِّ وَلَكِنْ لِتَوْقِيْهِ وَمَنْ لَمْ يَعْرِفِ الْخَيْرَ مِنَ الشَّرِّ ...
read

Find Us Facebook

Design by Desain Profesional