Isra Mi’raj dan Hukum Memperingatinya
Oleh : Ust. Mahfudz
(Sekretaris LBM NU Lampung)
DI bulan ini, yaitu Bulan Rajab, kaum muslimin biasa memperingati satu peristiwa yang sangat luar biasa, yaitu peristiwa perjalanan
Rasulullah SAW dari
Makkah ke
Baitul Maqdis, kemudian naik ke Sidratul Muntaha menghadap Pencipta Alam Semesta.
Peristiwa ini tidak akan dilupakan kaum muslimin. Karena pada
Isra Mi’raj ini lah turunnya perintah Allah untuk mengerjakan sholat lima waktu.
Untuk memperingati dan memaknai peristiwa yang luar biasa tersebut, biasanya kaum muslim mengadakan sebuah kajian. Taffakur, pengajian, dzikir dan acara-acara lain yang berkaitan dengan pemaknaan Isra Mi’raj itu sendiri dalam rangka menanamkan rasa kebanggaan serta menumbuhkan rasa kecintaan dengan ajaran Islam dalam hati para pemeluknya.
Peringatan Isra Miroj Nabi Muhammad SAW adalah sebuah momentum penting bagi umat Islam di seluruh dunia. Selain sebagai bentuk rasa syukur, bahagia dan bangga atas diutusnya Nabi Muhammad SAW yang membawa petunjuk sepanjang zaman, juga sebagai ajang mempererat persatuan dan kesatuan umat Islam.
Kalau ada sebagian golongan yang mengatakan bahwa memperingati Isra Mi’raj hukumnya bid’ah, itu adalah hak mereka.
Menurut hemat kami, peringatan Isra Mi’raj bisa disamakan dengan peringatan Maulid Nabi. Jika Nabi Muhammad SAW sendiri dan para sahabat tidak pernah melakukannya bukan berarti hal tersebut tidak diperbolehkan berdasarkan satu qoidah fiqhiyyah:
الأَصْلُ فِي العَادَاتِ وَالُمعاَمَلاتِ الإِبَاحَةُ حَتَّى يَدُلَّ الدَّلِيْلُ عَلَى التَّحْرِيْمِ
“Hukum asli adad dan mu’amalat adalah boleh, sehingga ada dalil yang menunjukkan keharamannya”.
Peringatan-peringatan seperti Isra Miraj, Maulid Nabi, dan Tahun Baru Hijriyyah adalah sebuah budaya atau tradisi masyarakat bukan sebuah Ibadah, sehingga penilaian yang ada hanya berkisar dicintai atau dibenci oleh syari’.
Sementara Rasulullah SAW telah bersabda,
مَنْ سَنَّ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ فَعَلَ بِهَا مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُوْرِهِمْ شَيْئًا, وَمَنْ سَنَّ سُنَّةً سَيِّئَةً فَعَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ فَعَلَ بِهَا مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْئًا.
“Barang siapa menciptakan tradisi baru yang bagus, maka ia akan mendapat pahalanya dan pahala orang yang ikut mengerjakannya, dengan tanpa mengurangi sedikitpun dari pahala mereka dan barang siapa yang menciptakan tradisi baru yang jelek, maka ia akan mendapat dosanya dan dosa orang yang ikut mengerjakannya, dengan tanpa mengurangi sedikitpun dari dosa mereka.”
Hadits ini jelas merupakan anjuran untuk bisa kreatif, maksudnya setiap orang islam dianjurkan oleh Rasulullah saw agar bisa mengembangkan apa saja yang sudah disampaikan dan diajarkan oleh beliau, baik melalui kalam Illahi atau sunnah Rasulullah SAW, tidak peduli dengan tata cara, model prilaku, ketentuan, tindakan atau peraturan apapun, asal tidak keluar dari riel dan koredor syar’i.
Misalnya Rasulullah SAW perintah agar umatnya bersedekah. Apakah sesat kalau mereka membuat nasi tumpeng dan ingkung ayam terus disedekahkan? Misalnya lagi, Rasulullah memerintahkan umatnya agar menuntut ilmu, membaca Alquran dan bersilaturrahim. Apakah sesat kalau mereka membentuk jama’ah yasin dan tahlil, jama’ah khotmil Quran, jama’ah istighotsah dan lain-lain, sebagai wadah untuk mempererat tali silaturrahim, mempererat ukhuwwah islamiyyah, dan sebagai lahan bagi mereka untuk menimbah ilmu, membaca Alqur’an dan bersedekah?
Tentu jawaban dari semua itu adalah tidak sesat. Begitupun peringatan-peringatan seperti Isra Miraj dan Maulid Nabi adalah sebuah tradisi masyarakat, sebagai wujud rasa syukur terhadap al-Kholiq dan rasa mahabbah terhadap Rasul dan kekasih-Nya.
Kiranya hanya ini yang bisa saya tulis, mudah-mudahan bermanfaat. Silahkan kunjungi situs-situs lain yang menganggap bahwa peringatan-peringatan seperti Maulid Nabi, Isra Miraj bukanlah bid’ah, mungkin akan anda temukan dalil-dalil lain yang dapat menguatkan dalil-dalil yang ada di sini.
Wallahualam.(*)